PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TENTANG PENDIDIKAN
KARAKTER
Oleh: Bagus Junaedy
NIM: 1111111042
A. Pendahuluan
Pendidikan
karakter di Indonesia saat ini banyak sekali yang membahas mengenai pendidikan
karakter, salah satunya pada acara seminar, baik seminar lokal maupun Nasional.
Jika kita browsing di internet mengenai pendidikan karakter, maka pasti banyak
sekali blog yang membahas tema pendidikan karakter. Sebagian besar tulisan
menaruh harapan besar mengenai pentingnya arti pendidikan karakter. Ada juga
yang menawarkan cara melaksanakan pendidikan karakter baik di lingkungan
sekolah, masyarakat ataupun di Negara (bernegara). Semua itu patut diapresiasi
sebagai wujud kepedulian masyarakat terhadap urgensi pendidikan karakter pada
saat ini.
Tidak
menutup kemungkinan semua itu masih harus dipertanyakan lebih jauh, apa
sesungguhnya isi dan proses yang hendak dijalankan dan dicapai oleh pendidikan
karakter. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan filosofis yang membutuhnkan
jawaban salah satunya bagaimana pendidikan karakter dalam Islam.
Terkait
dengan pendidikan karakter dalam Islam, akhir-akhir ini orang semakin menyadari betapa pentingnya
pendidikan karakter atau dalam Islam disebut dengan istilah pendidikan
akhlak mulia. Sebagaian ataupun seluruh orang setuju dengan teori tersebut.
Semuanya menganggap penting. Bahkan yang selalu muncul adalah
sama-sama saling memperkuat pernyataan itu.
Kecerdasan intelektual
tanpa diikuti dengan karakter atau akhlak yang mulia maka tidak akan ada
gunanya. Maka dari itu, karakter atau akhlak adalah sesuatu yang sangat
mendasar dan saling melengkapi. Masyarakat yang tidak berkarakter atau berakhlak
mulia maka disebut sebagai manusia tidak beradab dan tidak memiliki
harga atau nilai sama sekali. Oleh karena itu, maka aspek tersebut dipandang
sangat penting.
Karakter atau akhlak
mulia itu harus dibangun. Sedangkan membangun akhlak mulia adalah melalui
pendidikan, baik pendidikan di rumah (keluarga), di sekolah, maupun di
masyarakat. Untuk membentuk karakter atau akhlak mulia memerlukan pendidikan
karakter dan pendidikan agama. Maka dari itu dalam pembahasan ini akan dibahas
mengenai pendidikan karakter dalam pandangan Islam.
B. Hakikat Pendidikan
Karakter dalam Islam
Sebelum
kita membahas mengenai pendidikan karakter ada baiknya kita mengetahui apa itu
pendidikan dan apa itu karakter. Setelah kita mengetahui makna kedua kata
tersebut kita akan dapat memahami apa yang dimaksud dengan pendidikn karakter
tersebut.
Kata
pendidikan dalam bahasa Yunani dikenal dengan nama paedagoso yang
berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi dikenal dengan aducare artinya
membawa keluar. Bahasa belanda menyebutkan istilah pendidikan dengan nama opvoeden
yang berarti membesarkan atau mendewasakan. Dalam bahasa Inggris disebut dengan
istilah aducate/aducating yang berarti to give intellectual training
artinya menanamkan moral dan melatih intelektual (http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/10770014-sholikah.ps
diakses 19 maret 2013 pkl. 21.41).
Sementara
dalam pandangan Islam, pendidikan dalam bahasa arab bisa disebut dengan istilah
tarbiyah yang berasal dari kata kerja rabba, sedangkan pengajaran
dalam bahasa arab disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata kerja ‘allama.
Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyah Islamiyah. Kata rabba
beserta cabangnya banyak dijumpai dalam al-Quran, misalnya dalam Q.S. al-Isra’
[17]: 24 dan Q.S. asy-Syu’ara’ [26]: 18, sedangkan kata ‘allama antara
lain terdapat dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 31 dan Q.S. an-Naml [27]: 16. Tarbiyah
sering juga disebut ta’dib seperti sabda Nabi SAW.: addabani rabbi fa
absana ta’dibi (Tuhanku telah mendidikku, maka aku menyempurnakan
pendidikannya) (Moh. Roqib,2009:14).
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (UU
SisDikNas, BAB I : pasal 1 ayat 1).
Pendidikan
dalam pengertian secara umum dapat diartikan sebagai proses transmisi
pengetahuan dari satu orang kepada orang lainnya atau dari satu generasi ke
generasi lainnya semua itu dapat berlangsung seumur hidup, selama manusia masih
berada di muka bumi ini.
Selain pengertian di atas ada
beberapa pengertian mengenai pendidikan sebagai berikut (Hamdani Hamid,2010:23)
:
1. Pengertian dalam arti sempit ialah segala pengaruh yang
diupayakan sekolah terhadap anak atau remaja yang diserahkan kepadanya, agar
mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh tentang hubungan-hubungan
dan tugas sosial.
2. Pengertian dalam arti agak luas ialah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran atau pelatihan yang berlangsung disekolah dan luar sekolah untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan secara tepat dalam
berbagai lingkungan hidup.
3. Pengertian dalam arti sangat luas ialah segala pengalaman
belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan hidup dan sepanjang hidup.
Sementara itu penulis Barat seperti
John Dewey sebagaimana dikutip Moh. Haitami Salim dan Erwin Mahrus (2012:9),
menyatakan pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara
intelektual dan emosional ke arah alam sesama manusia.
Dari beberapa pengertian di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang
dilakuan oleh
pendidik kepada perserta didik untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara dengan cara
pemebelajaran,
bimbingan, pelatihan dan semua itu berlangsung seumur hidup.
Dari pengertian di atas, jelas
sekali bahwa pendidikan tidak hanya bertitik berat pada kecerdasan intelektual
saja melainkan juga pembentukan karakter anak. Pendidikan tidak hanya sekedar
proses belajar guna mengejar kecerdasan tetapi juga harus mengembangkan potensi
lain yang dimiliki peserta didik dan mendapat perhatian dari pendidik agar
dapat berkembang secara optimal.
Sementara itu definisi
karakter dalam prinsip etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave”. Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Marzuki,tth:4). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI.
2012), kata “karakter”
diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain dan watak.
Dalam pusat bahasa Depdiknas (2008:682) sebagaimana dikutip Marzuki (tth:4), karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.
Orang
berkarakter
berarti orang yang
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak.
Dengan demikian karakter juga dapat
diartikan sebagai kepribadian atau akhalak. Kepribadian merupakan ciri,
karakteristik atau sifat khas dalam diri seseorang. Karakter bisa terbentuk
melalui lingkungan, misalnya lingkungan keluarga pada masa kecil ataupun bawaan
dari lahir. Ada yang berpendapat baik dan buruknya karakter manusia memanglah
bawaan dari lahir. Jika jiwa bawaannya baik, maka manusia itu akan berkarakter
baik. Tetapi pendapat itu bisa saja salah. Jika pendapat itu benar, maka
pendidikan karakter tidak ada gunanya, karena tidak akan mungkin merubah
karakter orang.
Sementara itu, ada juga yang berpendapat
karakter itu bisa dibentuk dan diupayakan. Dalam pendapat ini mengandung makna
bahwa pendidikan karakter sangat berguna untuk merubah manusia menjadi manusia
yang berkarakter baik.
Sebenarnya karakter juga bisa diartikan
sebagai tabiat, yang bermaknakan perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan
atau kebiasaan atau bisa diartikan sebagai watak, yaitu sifat batin manusia
yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau kepribadian.
Orang yang
berlaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter
jelek, sementara orang yang berperilaku jujur dan suka menolong dikatakan
sebagai orang yang berkarakter mulia (Amirulloh Syarbini,2012:15). Dalam
al-Quran, manusia adalah makhluk dengan berbagai karakter. Dalam kerangka besar
manusia mempunyai dua karakter yang saling berlawanan, yaitu karakter baik dan
buruk. Sebagaimana firman Allah dalam surat asy-Syam ayat 8-10.
$ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢y ÇÊÉÈ
Artinya:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Q.S. Asy-Syam:
8-10).
Karakter dapat diartikan juga dengan
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan yang berlandaskan norma-norma agama,
hukum, tata karma, budaya dan adat istiadat yang berlaku di lingkungannya.
Sedangkan secara terminology, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona
(1991:51) sebagaimana yang dikutip Marzuki,tth:5), yang
mengemukakan bahwa karakter adalah “A
reliable inner disposition to respond
to situations in a morally good way.” Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling and moral behavior”. Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan (moral
khowing), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling) dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan
(cognitives), sikap (attitudes)
dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).
Dari
beberapa pengertian di atas maka, karakter tersebut sangat identik dengan
akhlak, sehingga karakter dapat diartikan sebagai perwujudan dari nilai-nilai
perilaku manusia yang universal serta meliputi seluruh aktivitas manusia, baik
hubungan antar manusia dengan tuhan (hablumminallah), hubungan manusia dengan
manusia (hablumminannas) serta hubungan manusia dengan lingkungannya.
Nilai-nilai
tersebut dirumuskan oleh Kemendiknas (2010) sebagaimana yang dikutip oleh
Muhammad Kosim (tth.89-90), yaitu ada 18 nilai sebagai beriktu:
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan
bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
diri dan kelompoknya.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.
Seperti
yang telah dijelaskan di atas, bahwa karakter identik dengan akhlak. Maka dalam
perspektif Islam, karakter atau akhlak mulia merupakan suatu hasil yang
dihasilkan dari proses penerapan syariat (Ibadan dan muamalah) yang dilandasi
oleh fondasi aqidah yang kokoh dan bersandar pada al-Quran dan as-Sunah
(hadis).
Dari
konsep karakter dan pendidikan maka muncul yang namanya pendidikan karakter (character
education). Terminology pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak
tahun 1990-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika
bukunya yang berjudul The Return of Character Education kemudian disusul
bukunya Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility
(1991). Melalui buku-buku itu, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingya
pendidikan karakter. Sedangkan di Idonesia sendiri, istilah pendidikan karakter
mulai diperkenalkan sekitar tahun 2005-an. Hal itu secara implisit ditegaskan
dalam Rencana Pembanguna Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di
mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi
pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah pancasila”(Amirulloh
Syarbini,2012:16).
Pada penjelasan di atas disinggung masalah pendidikan
karater yang identik dengan akhlak. Maka kita perlu tahu apa hubungan
pendidikan karakter dengan akhlak secara lebih dalam.
Seperti
yang telah dijelaskan di atas, pendidikan akhlak dan pendidikan karakter adalah
sama, yaitu sama-sama pembentukan karakter. Perbedaannya adalah jika pendidikan
akhlak terkesan ketimur-timuran dan Islami, sedangkan pendidikan karakter
terkesan kebarat-baratan dan sekuler[1],
semua itu bukanlah alasan untuk diperdebatkan dan dipertentangkan. Pada
kenyataannya keduanya memiliki ruang untuk saling mengisi. Bahkan Lickona
sebagai Bapak Pendidikan Karakter di Amerika justru mengisyaratkan keterkaitan
erat antar karakter dan spiritual (Zubaedi,2012:65). Dengan demikian, bila
sejauh ini pendidikan karakter telah berhasil dirumuskan oleh para penggiatnya
sampai pada tahapan yang sangat operasional yang meliputi metode, strategi dan
teknik, sedangkan pendidikan akhlak syarat dengan informasi kriteria ideal dan
sumber karakter baik, maka dari itu jika keduanya dipadukan akan sempurna dalam
pembentukan karakter manusia. Hal ini sekaligus dapat menjadi nilai plus bahwa
karakter meliki ikatan yang kuat dengan nilai-nilai spiritualitas dan agama.
Menurut
terminology Islam, pengertian karakter ,memiliki kedekatan pengertian
dengan pengertian akhlak (Zubaedi,2012:65). Menurut etimologi, kata akhlak
berasal dari bahasa Arab (اخلاق), bentuk jamak
dari mufradnya khuluq (خلق), yang berarti “budi pekerti”. Sinonimnya adalah etika dan
moral. Etika berasal dari bahasa latin, etos yang berarti kebiasaan.
Moral juga berasal dari bahasa latin juga, mores yang berarti
kebiasaannya
(Zubaedi,2012:65).
Dalam kalimat khuluq mengandung segi-segi
persesuaian dengan perkataan khalakun خلق)) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya khalik خلق)) yang berarti penciptaan dan
makhluk (مخلوق) yang berarti
diciptakan. (Zubaedi.2012: 65-66)
Menurut Abd. Hamid sebagaimana dikutip Zubaedi (2012:66)
menyatakan bahwa”.
الاء خلق
هى صفات الانسان الاءدابية
Artinya:
“Akhlak ialah segala sifat manusia yang terdidik”.
Memahami pernyataan tersebut dapat dimengerti bahwa sifat
atau potensi yang dibawa manusia sejak lahir, maksudnya potensi ini sangat
tergantung bagaimana cara pembinaan dan pembentukannya. Apabila pengaruhnya
positif, maka sama seperti pendidikan karakter, pendidikan akhlak juga
outputnya adalah akhlak mulia dan sebaliknya apabila pembinaannya negatif, yang
terbentuk adalah akhlak mazmuniah[2].
Maka dari itu al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai
berikut:
الخلق عبارة عن
هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر الاء فعال يسهولة ويسر من غير حجة الى فكروروية
Artinya:
“Akhlaq adalah suatu perangai (watak/tabiat) yang menetap dalam jiwa
seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari
dirinya secara mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya”. (Zubaedi.2012: 67)
Dari beberapa pengertian pendidikan dan karakter di atas
maka dapat diambil kesimpulan, pendidikan karakter adalah usaha sadar yang
dilakukan pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta
didik yang mengajarkan dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik
serta berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan
pelatihan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
pendidikan karakter adalah bukan jenis mata pelajaran seperti Pendidikan Agama Islam
(PAI), Pendidikan Moral Pancasila (PMP) atau lainnya, tetapi proses
internalisasi atau penanaman nilai-nilai positif kepada peserta didik agar
mereka memiliki karakter yang baik (good character) sesuai dengan
nilai-nilai yang dirujuk, baik dari agama, budaya, maupun falsafah Negara
(Amirulloh Syarbini,2012:18).
Jadi,
pendidikan karakter menurut pandangan Islam adalah usaha sadar yang dilakukan
pendidik kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik yang
mengajarkan dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik serta
berakhlak mulia yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan
keputusan baik dan buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara melakukan pendidikan, pengajaran, bimbingan dan
pelatihan yang berpedoman pada al-Quran dan as-Sunah.
C. Dasar-dasar
Pendidikan Karakter dalam Islam
Seperti dijelaskan di atas bahwa
karakter identik dengan akhlak. Dalam
perspektif Islam, karakter atau akhlak mulia merupakan buah yang dihasilkan
dari proses penerapan syariah (ibadah dan muamalah) yang dilandasi oleh fondasi
aqidah yang kokoh. Ibarat bangunan,
karakter atau akhlak merupakan kesempurnaan
dari bangunan tersebut setelah fondasi dan
bangunannya kuat (Marzuki.tth:5).
Tidak mungkin karakter atau akhlak mulia
akan terwujud pada diri seseorang apabila ia tidak memiliki aqidah dan syariah
yang benar. Seorang Muslim yang memiliki aqidah atau iman yang benar pasti akan
terwujud pada sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang didasari oleh
imannya. Sebagai contoh, orang yang memiliki iman yang baik dan benar kepada
Allah SWT ia akan selalu mentaati dan melaksanakan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi seluruh
larangan-larangan-Nya. Maka dari itu,
ia akan selalu
berbuat yang baik dan
menjauhi hal-hal yang dilarang
(buruk). Iman bukan saja hanya
kepada Allah SWT tetapi juga kepada malaikat, kitab, Rasul dan seterusnya akan menjadikan sikap dan perilakunya terarah
dan terkendali, sehingga akan mewujudkan akhlak atau karakter mulia. Hal
yang sama juga terjadi dalam
hal pelaksanaan syariah. Semua
ketentuan syariah Islam bermuara pada terwujudnya akhlak atau karakter mulia.
Seorang yang melaksanakan shalat yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Misalnya, pasti dia akan terhindar dan tidak akan melakukan perbuatan yang keji
dan munkar serta ia akan selalu melakukan perbuatan yang baik dan terpuji.
Seperti dalam firman Allah SWT:
اتْلُ
مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ
تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ
يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Artinya:
“Bacalah Kitab (al-Quran) yang telah diwahyukan kepadamu
(Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu
lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. (Q.S. al-Ankabut: 45).
Ketentuan syariat seperti shalat
tersebut bukan saja hanya pada shalat tetapi juga pada syariat-syariat lain
seperti zakat, puasa dan lain sebagainya.
Dalam pendidikan karakter yang
terpenting bukan hanya sebatas mengkaji
dan mendalami konsep akhlak,
tetapi sarana dan proses untuk mencapainya juga sangat penting sehingga seseorang
dapat bersikap dan berperilaku mulia seperti yang dipesankan oleh Nabi SAW.
Dengan konsep akhlak dan proses tersebut akan mengarahkan pada tingkah laku
sehari-hari, sehingga sesorang dapat memahami yang dilakukannya baik dan benar
ataupun buruk dan salah, termasuk karakter
mulia (akhlaq mahmudah) atau karakter tercela (akhlaq
madzmumah).
Baik
dan buruk karakter
manusia sangat tergantung
pada tata nilai yang dijadikan
pijakannya. Abul A’la al-Maududi sebagaimana dikuti Marzuki (tth:6) membagi
sistem moralitas menjadi dua. Pertama, sistem moral
yang berdasar kepada
kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan setelah mati. Kedua,
sistem moral yang tidak mempercayai
Tuhan dan timbul dari sumber-sumber sekuler[3].
Sistem moralitas yang pertama sering juga disebut dengan moral agama, sedang
sistem moralitas yang kedua sering disebut moral sekuler[4].
Sistem moralitas yang pertama (moral
agama) dapat ditemukan pada sistem moralitas Islam (akhlak Islam). Hal ini
karena Islam menghendaki dikembangkannya al-Akhlaq al-Karimah yang pola
perilakunya dilandasi dan untuk mewujudkan nilai Iman, Islam dan Ihsan.
Sedangkan sistem moralitas yang
kedua menurut (moral sekuler)
menurut Faisal Ismail (1998: 181) adalah sistem yang dibuat atau sebagai hasil pemikiran manusia (secular
moral philosophies) dengan mendasarkan pada sumber-sumber sekuler, baik
murni dari hukum yang ada dalam kehidupan, intuisi manusia, pengalaman, maupun
karakter manusia) (Marzuki.tth:7).
Dalam al-Quran ditemukan banyak
sekali pokok-pokok keutamaan karakter atau akhlak yang dapat digunakan untuk membedakan
perilaku seorang Muslim, seperti perintah berbuat kebaikan (ihsan) dan
kebajikan (al-birr), menepati janji (al- wafa), sabar, jujur,
takut pada Allah Swt., bersedekah di
jalan Allah, berbuat adil, dan pemaaf (QS. al-Qashash [28]: 77; QS. al-Baqarah
[2]: 177; QS. al-Muminun (23): 1–11; QS. al-Nur [24]: 37; QS. al-Furqan [25]: 35–37; QS. al-Fath [48]: 39; dan QS. Ali ‘Imran
[3]: 134). Ayat-ayat ini merupakan ketentuan yang mewajibkan pada setiap Muslim
melaksanakan nilai karakter mulia dalam berbagai aktivitasnya (Marzuki.tth:8).
Keharusan menjunjung tinggi karakter
mulia (akhlaq karimah) lebih dipertegas lagi oleh Nabi Saw. dengan
pernyataan yang menghubungkan akhlak dengan kualitas kemauan, bobot amal dan
jaminan masuk surga. Sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amr:
“Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik akhlaknya …” (HR. al-Tirmidzi). Dalam
hadis yang lain Nabi Saw. bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling cinta
kepadaku di antara kamu sekalian dan paling
dekat tempat duduknya denganku di hari kiamat
adalah yang terbaik akhlaknya di
antara kamu sekalian ...” (HR. al-Tirmidzi). Dijelaskan juga dalam hadis yang
lain, ketika Nabi Saw ditanya: “Apa yang terbanyak membawa orang masuk ke dalam
surga?” Nabi Saw. menjawab: “Takwa kepada Allah dan berakhlak baik.” (HR.
al-Tirmidzi) (Marzuki.tth:8).
Menurut Ainain sebagimana dikuti
Marzuki (tth.8), dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa karakter dalam
perspektif Islam bukan hanya hasil pemikiran dan
tidak berarti lepas
dari realitas hidup,
melainkan merupakan persoalan yang
terkait dengan akal, ruh, hati, jiwa, realitas dan tujuan yang digariskan
oleh akhlaq qur’aniah. Dengan demikian, karakter mulia
merupakan sistem perilaku
yang diwajibkan dalam
agama Islam melalui nash al-Quran
dan hadis.
Namun demikian,
kewajiban yang dibebankan
kepada manusia bukanlah kewajiban yang tanpa makna dan keluar dari dasar fungsi
penciptaan manusia. Al-Quran telah menjelaskan masalah kehidupan dengan
penjelasan yang realistis, luas dan juga telah menetapkan pandangan yang luas
pada kebaikan manusia dan zatnya. Makna penjelasan itu bertujuan agar manusia
terpelihara kemanusiaannya dengan senantiasa dididik akhlaknya,
diperlakukan dengan pembinaan
yang baik bagi hidupnya, serta dikembangkan perasaan kemanusiaan
dan sumber kehalusan budinya.
Dengan demikian, menurut al-Bahi
sebagaiman dikutip Marzuki (tth.9), karakter telah melekat dalam diri manusia
secara fitriah. Dengan kemampuan fitriah
ini ternyata manusia
mampu membedakan batas kebaikan dan keburukan, dan mampu
membedakan mana yang tidak bermanfaat dan mana yang tidak berbahaya.
Sebenarnya pembawaan fitrah manusia
ini tidak serta merta menjadikan
karakter manusia bisa terjaga dan berkembang sesuai dengan fitrah
tersebut. Fakta membuktikan bahwa
pengalaman yang dihadapi masing-masing orang menjadi faktor yang sangat dominan
dalam pembentukan dan pengamalan karakternya. Disinilah pendidikan karakter
mempunyai peran yang penting dan strategis bagi manusia dalam rangka melalukan
proses internalisasi dan pengamalan nilai-nilai karakter mulia di
masyarakat.
D. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan
dari pendidikan karakter menurut Islam adalah menjadikan manusia yang berakhlak
mulia. Dalam hal ini yang menjadi tolok ukur adalah akhlak Nabi Muhammad SAW
dan yang menjadi dasar pembentukan karakter adalah al-Quran. Tetapi kita kita
harus menyadari tidak ada manusia yang menyamai akhlaknya dengan Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana seperti dalam hadis riwayat Muttafaq ‘alaih,
berikut:
وعن انس رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله علي
وسلم احسن الناس خلقا (متفق عليه)
Artinya:
“Anas ra. Berkata, “Rasulullah Saw. adalah orang yang paling baik budi
pekertinya””. (Muttafaq ‘alaih). (Mustofa Said
al-Khim, dkk.2012: 695)
Dari hadis tersebut bahwa, sangat jelas akhlak Rasulullah
adalah bukti bahwa akhlak beliau sangat sempurna. Dalam hadis ini juga
memperkuat pendapat Bambang Q-Anees (2009:6) bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah
al-Quran berjalan, karena dalam diri Rasulullah terdapat al-Quran tersebut dan
beliau tidak pernah sekalipun melakukan perbuatan yang menyimpang dan melenceng
dari akhlak mulia.
Al-Quran
adalah petunjuk bagi umat Islam. Seperti yang telah disinggung di atas bila
kita hendak mengarahkan pendidikan kita dan menumbuhkan karakter yang kuat pada
anak didik, kita harus mencontoh karakter Nabi Muhammad SAW yang memiliki
karakter yang sempurna.
Firman Allah SWT.
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OÏàtã
Artinya:
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (Q.S. al-Qalam : 4)
Dalam pendidikan karakter yang berorientasi pada akhlak
mulia kita wajib untuk berbuat baik dan saling membantu serta dilatih untuk
selalu sabar, menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain sebagaimana
firman Allah SWT.
tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ĩ$¨Y9$# 3 ª!$#ur =Ïtä úüÏZÅ¡ósßJø9$#
Artinya:
“...... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Q.S. al-Imran: 134)
Dari
uraian di atas maka tujuan pendidikan karakter menurut Islam adalah membentuk
pribadi yang berakhlak mulia, karena Akhlak mulia
adalah pangkal kebaikan. Orang yang berakhlak mulia akan segera melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
E. Urgensi Pendidikan
Karakter dalam Islam
Di tengah peradaban zaman modernisasi yang serba instan
dan semakin populer, kaum Islam sekarang lebih memfokuskan diri untuk
mendapatkan kesenangan duniawi dibanding mengedepankan nilai agama sebagai kekuatan
iman untuk mendapat rakhmat Allah SWT.
Tidak jarang sebagaimana kita ketahui kehidupan
generasi muda muslim dimasa sekarang menunjukan seakan-akan akhlak itu tak
penting. Walaupun dari segi sarana pendidikan, media cetak dan elektronik,
busana, masjid, kuantitas ahli agama bahkan kegiatan dakwah sekalipun yang
semakin maju dan berkembang, justru perkembangan itu sebagian besar dipengaruhi
oleh modernisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) ala Barat.
Sering kita jumpai, corak budaya remaja Islam masa
kini, walaupun banyak remaja muslimah yang berbusana panjang tertutup jilbab
namun model busana yang dicapai tidak semata-mata diniatkan untuk menutup aurat
malah mereka hanya mengikuti trend fasion yang aneh-aneh agar bertujuan
terlihat menarik, gaul dan exis bagi orang lain khususnya lawan jenis.
Karakter ini sudah sangatlah parah sebagaimana
melanggar perintah Allah SWT. dalam firman-Nya.
@è%ur ÏM»uZÏB÷sßJù=Ïj9 z`ôÒàÒøót ô`ÏB £`ÏdÌ»|Áö/r& z`ôàxÿøtsur £`ßgy_rãèù wur úïÏö7ã £`ßgtFt^Î wÎ) $tB tygsß $yg÷YÏB ( tûøóÎôØuø9ur £`ÏdÌßJè¿2 4n?tã £`ÍkÍ5qãã_ ( wur úïÏö7ã £`ßgtFt^Î wÎ) ÆÎgÏFs9qãèç7Ï9 ÷rr& ÆÎgͬ!$t/#uä ÷rr& Ïä!$t/#uä ÆÎgÏGs9qãèç/ ÷rr& ÆÎgͬ!$oYö/r& ÷rr& Ïä!$oYö/r& ÆÎgÏGs9qãèç/ ÷rr& £`ÎgÏRºuq÷zÎ) ÷rr& ûÓÍ_t/ ÆÎgÏRºuq÷zÎ) ÷rr& ûÓÍ_t/ £`ÎgÏ?ºuqyzr& ÷rr& £`Îgͬ!$|¡ÎS ÷rr& $tB ôMs3n=tB £`ßgãZ»yJ÷r& Írr& úüÏèÎ7»F9$# Îöxî Í<'ré& Ïpt/öM}$# z`ÏB ÉA%y`Ìh9$# Írr& È@øÿÏeÜ9$# úïÏ%©!$# óOs9 (#rãygôàt 4n?tã ÏNºuöqtã Ïä!$|¡ÏiY9$# ( wur tûøóÎôØo £`ÎgÎ=ã_ör'Î/ zNn=÷èãÏ9 $tB tûüÏÿøä `ÏB £`ÎgÏFt^Î 4 (#þqç/qè?ur n<Î) «!$# $·èÏHsd tmr& cqãZÏB÷sßJø9$# ÷/ä3ª=yès9 cqßsÎ=øÿè? ÇÌÊÈ
Artinya:
“Katakanlah kepada
wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung”. (Q.S
An-Nur ayat 31).
Kerusakan
lain pada remaja misalnya mengenai pergaulan bebas, penggunaan narkoba, tindak
kriminal dan lain-lain. pengaruh lingkungan dari pergaulan teman sepermainan
maupun ketidakharmonisan dalam keluarga sangat berefek negatif bagi kepribadian
remaja muslim. Apalagi anak yang diusianya mulai dewasa ini biasanya suka
mencoba hal yang baru dan populer di komunitas lingkungannya. Faktanya dalam
kehidupan sekarang banyak orang menganggap saat ini adalah zaman gila-gilaan
sehingga jika tidak ikut gila tidak kebagian.
Dalam
upaya memperbaiki masalah tersebut, keluarga adalah peran utama dalam membentuk
generasi muslim yang berakhlak mulia. Sebagai orang tua harus mampu mendidik
anaknya agar lebih baik dan tidak terjerumus dalam hal-hal yang negatif untuk
membentuk pendidikan yang berkarakter. Selain peran orang tua, sekolah juga
sebagai sarana untuk mendidik siswa-siswanya agar mempunyai pendidikan yang
berkarakter. Sekolah merupakan wadah yang sangat efektif untuk membentuk siswa
yang berbudi pekerti dan berkarakter tinggi.
Masalah
selanjutnya adalah lingkungan pergaulan. Seseorang dapat baik jika di dalam
lingkungannya dia bergaul dengan orang-orang yang baik. Satu orang yang
mempunyai akhlak baik berada di dalam seratus orang yang tidak baik dia akan
menjadi tidak baik dan sebaliknya, jika ada satu orang yang bermoral buruk
berada di antara orang-orang yang baik dia akan menjadi baik.
Dalam
upaya ini keluarga harus mampu mencari lembaga pendidikan yang kiranya dapat
menunjang anak untuk bisa mendapat ilmu umum sekaligus mengasah agamanya.
Contohnya seperti menyekolahkan anak disekolah-sekolah umum tetapi juga
mengikut sertakan dalam kegiatan TPQ, sekolah diniah atau di masjid terdekat
atau sekaligus memasukan anak ke pesantren yang memiliki sarana sekolah.
Banyak
orang beranggapan bahwa pesantren memang sarana yang baik untuk mendidik ilmu
agama setiap insan, namun mereka menilai kehidupan pesantren itu kuno, jorok,
makanannya tak bergizi, gaptek dan prestasinya kurang bersaing secara global.
Anggapan itu justru keliru pesantren sesungguhnya menurut (Soegarda
Poerbakawatja) yang dikutip oleh Haidar Putra Daulay mengatakan pesantren
berasal dari kata santri yaitu seseorang yg belajar agama Islam sehingga dengan
demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.
Dari kesederhanaan hidup pesantren itulah yang menjadikan karakter seseorang
menjadi lebih bersosialisasi prihatin, bekerja keras, dalam menuntut ilmu dan
terhindar dari pengaruh modernisasi luar. (http://
sagotra.blogspot.com/2012/09/pentingnya-pendidikan-karakter-dalam_1.html diakses
24 Maret 2013 pukul 20.46).
Seiring
perkembangan zaman, budaya pesantren masa kini juga mengalami perkembangan
lebih modern, banyak pesantren sekarang yang dilengkapi dengan fasilitas
sekolah baik dari tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA bahkan ada juga yang
sudah memiliki perguruan tinggi. Teknik pembelajarannya pun mulai mengacu
seperti sekolah umum. Jadi jangan heran santri-santri sekarang tidak lagi
dianggap lemah dalam era globalisasi. Namun mereka akan lebih memiliki
wawasan luas, bisa menguasai ilmu umum sekaligus memperbaiki karakter menjadi
lebih saleh dan shalehah.
Dari
beberapa peristiwa tersebut dapat dicermati, bahwa peran pendidikan haruslah
lebih mengutamakan nilai karakter daripada prestasi tinggi. Bukan berarti
prestasi tidak penting tatapi jika berprestasi tetapi tidak memiliki karakter
yang bagus maka tidak ada gunanya dan dapat merusak diri sendiri bahkan
keluarga, masyarakat dan bangsa.
Dari beberapa masalah di atas maka sangat jelas urgensi
atau pentingnya pendidikan karakter pada saat ini karena karakter akan
menunjukkan siapa diri kita sebenarnya, karater akan menentukan bagaimana
seseorang membuat keputusan, karakter menentukan sikap, perkataan dan perbuatan
sesorang, orang yang memiliki karakter baik, maka perkataan dan perbuatannya
juga pasti akan baik, sehingga semua itu akan menjadi identitas yang menyatu
dan mempersonaliasasi terhadap dirinya, sehingga mudah membedakan dengan
identitas lainnya.
F. Implementasi
Pendidikan Karakter di Lembaga Pendidikan Islam
Ki
Hajar Dewantara sebagaimana dikutip Amirullah Syarbini (2012:29), membagi
lingkungan pendidikan menjadi tiga yang disebut sebagai tri pusat pendidikan,
yaitu sekolah/madrasah, keluarga dan masyarakat.
Pada
pembahasan kali ini penulis hanya membahas mengenai penerapan pendidikan
karakter di lembaga pendidikan Islam.
Lembaga
bukanlah ruang hampa makna. Bagi pendidikan karakter keseluruhan lembaga (fisik
dan orang-orangnya) haruslah menjadi sumber teladan. Semua pihak yang terlibat
di dalam lembaga pendidikan (bahkan pedagang) harus menampilkan diri sebagai
teladan pelaksanaan nilai-nilai, juga harus memberikan dorongan bagi seluruh
proyek riyadhah (Bambang Q-Anees dan Adang Hambali,2009:129).
Secara
sadar atau pun tidak, banyak sekali lembaga pendidikan yang mencoba menerapkan
pendidikan karakter pada peserta didiknya. Mengapa demikian, karena masih
banyak lembaga atau sekolah-sekolah yang lebih menekannkan hasil belajar saja,
bukan bagaimana mendidik peserta didiknya menjadi manusia yang berilmau
sekaligus mempunyai karakter atau akhlak yang mulia. Pada dasarnya baik lembaga
pendidikan umum atau lembaga pendidikan Islam dalam melaksankan pendidikan
karakter kurang lebih sama hanya saja yaitu secara khusus terpusat dengan mata
pelajaran PKN dan Pendidikan Agama Islam dan secara umum para guru menyisipkan
pendidikan karakter pada mata pelajaran lainnya dengan cara waktu penyamapaian
materi baik secara langsung ataupun tidak langsung agar membentuk karakter
peserta didik.
Jika
pada lemabaga pendidikan formal yang tidak berbasiskan Islam seperti sekolah
(SD, SMP dan SMA) pendidikan karakternya melalui mata pelajaran PKN dan PAI,
dalam lembaga pendidikan Islam (MI, MTs dan MA) menggunakan mata pelajaran PKN
dan PAI yang dipecah-pecah lagi kedalam beberapa mata pelajaran seperti akidah
& akhlak, al-Quran Hadis, dan sebagainya. Jadi dalam pendidikan Islam ini,
pendidikan karakternya lebih dominan barbasiskan Agama.
Sebenarnya bukan hanya itu, banyak
hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di madrasah.
Konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran di madrasah, namun harus lebih dari itu.
Madrasah harus menjadikan pendidikan karakter sebagai sebuah tatanan nilai yang
berkembang dengan baik di madrasah yang diwujudkan dalam contoh dan seruan nyata
yang dipertontonkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan di madrasah dalam
keseharian kegiatan di madrasah. Contohya, extrakulikuler seperti rohis,
pramuka dan lain-lain atau pemberian tugas seperti di bulan ramadhan pembagian
buku tugas ramadhan untuk meresume pengajian, aktif atau tidaknya shalat
taraweh dan sebagainya.
Selanjutnya,
pendidikan karakter di pesantren. Telah kita ketahui bahwa pesantren adalah
lembaga pendidikan tertua di negeri ini. Ia telah melahirkan tokoh-tokoh bangsa
yang santun, arif dan berkarakter. Cara dalam pesantren menumbuhkan karakter
peserta didiknya (santrinya) dengan menekankan pendidikan dan penyempurnaan
akhlak. Para santri terus diawasi dan tidak bisa melakukan hal-hal yang
menyimpang dalam koridor agama, sehingga para santrinya memiliki akhalak yang
baik.
Kegiatan-kegiatan
di pesantren yang dapat menumbuhkan karakter yang baik contohnya seperti,
penghafalan al-Quran, hadis, kitab-kitab, pelatihan dibidang kesenian seperti,
nasyid, rebbana, tilawah dan sebagainya.
Namun
belakangan nama pesantren tercoreng karena peristiwa beberapa oknum yang
terlibat dalam gerakan terorisme. Oleh karena itu, sudah saatnya peran dan
fungsi pesantren/surau/dayah dioptimalkan kembali sebagai kawah candradimuka
pendidikan Islam di Indonesia. Juga sebagai benteng pembangunan akhlak bagi
generasi bangsa.
Di
sisi lain ada juga pendidikan karakter yang dilakukan di masjid-masjid. Masjid
sebagai alternative bagi seseorang yang tidak memiliki biaya untuk memasuki
sekolah, madrasah ataupun pesantren untuk menumbuhkan karakter yang baik atau
akhlak mulia. Banyak dikalangan ulama yang memberikan ilmu dan bimbingan secara
cuma-cuma demi tercapainya atau terwujudnya karakter dan akhlak mulia bagi
seluruh umat manusia.
Biasanya
dalam pelaksanaan pendidikan karakter di
masjid-masjid, menggunakan metode ta’lim, pengajian dan acara-acara
peringatan hari-hari besar Islam. selain itu juga, masjid digunakan sebagai
tempat Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) yang tidak lain dan tidak bukan tujuanya
untuk membentuk karakter perserta didiknya.
G. Penutup
Pendidikan
karakter terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan karakter. Arti dari
pendidikan karakter menurut Islam adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik
kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian peserta didik yang mengajarkan
dan membentuk moral, etika, dan rasa berbudaya yang baik serta berakhlak mulia
yang menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik dan
buruk serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan cara melakukan
pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan yang berpedoman pada al-Quran
dan as-Sunah.
Yang
menjadi dasar pendidikan karakter dalam Islam adalah al-Quran dan Hadis serta
akhlak Rasulullah SAW.
Pendidikan
karakter sangat penting pada saat ini karena karakter
akan menunjukkan siapa diri kita sebenarnya, karater akan menentukan bagaimana
seseorang membuat keputusan, karakter menentukan sikap, perkataan dan perbuatan
sesorang, orang yang memiliki karakter baik, maka perkataan dan perbuatannya
juga pasti akan baik, sehingga semua itu akan menjadi identitas yang menyatu
dan mempersonaliasasi terhadap dirinya, sehingga mudah membedakan dengan
identitas lainnya.
Tujuan
pendidikan kararkter adalah untuk membentuk pribadi yang berakhlak mulia,
karena Akhlak mulia adalah pangkal kebaikan. Orang yang
berakhlak mulia akan segera meninggalkan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
Implementasi
pendidikan karakter dalam lembaga pendidikan Islam sangat beragam tergantung
kebijakan lembaga pendidikan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anggota
IKAPI.2010.Undang-Undang SISDIKNAS.Bandung:Fokusmedia
Hamid
Hamdani.2010.Perbandingan Filsafat Pendidikan.Bandung:SEGA ARSY
Kosim
Muhammad,tth.http://karsa.stainpamekasan.ac.id/index.php/ jks/article/download/23/14
(diakses 13 April 2013, pkl. 21.15)
Q-Anees
Bambang dan Hambali Adang.2009.Pendidikan Karakter Berbasis al-Quran. Bandung:Simbiosa
Rekatama Media
Roqib.
Moh.2009.Ilmu Pendidikan Islam.Yogyakarta:LkiSYogyakarta
Said al-Khim Mustofa, dkk.2012.Imam Nawawi (Syarah
& Terjemahan Riyadhus Shalihin, Jilid 1).Jakarta:Al-I’tishom
Setiawan
Ebta.2012.Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Ofline Versi 1.4 dengan mengacu
pada data dari KBBI Daring (edisi III)
Supriyadi Dedi.2010.Pengantar Filsafat Islam
(lanjutan) Teori dan Praktik.Bandung:CV PUSTAKA SETIA
Syarbin Amirulloh.2012.Buku Pintar Pendidikan Karakter.Jakarta:as@-prima pustaka
http://sagotra.blogspot.com/2012/09/pentingnya-pendidikan-karakter-dalam_1.html (diakses
24 Maret 2013 pkl. 20.46)
Marzuki,tth.Pendidikan Al-Quran Dan Dasar-Dasar Pendidikan Karakter Dalam Islam, dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-pendidikan-al-quran-dan-dasar-dasar-pendidikan-karakter-dalam-Islam.pdf
(diakses, 20 Maret 2013, pkl. 11.43)
Marzuki,tth.Prinsip
Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam, dalam http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-prinsip-dasar-pendidikan-karakter-perspektif-Islam.pdf
(diakses, 20 Maret 2013, pkl. 11.24)
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-prinsip-pendidikan-karakter-perspektif-Islam.pdf
(diakses 20 Maret 2013, pkl. 11.27)
Pendidikan karakter memang sedang gaung-gaungnya sekarang ini. Sesuai dengan harapan dan keinginan pemerintah untuk dapat menanamkan masalah moral dan karakter pada siswa, artikel bapak dapat dijadikan sebagai sumber referensi yang baik.
BalasHapusSyukron...
BalasHapusArtikel ini bisa membantu sebagai tambahan referensi.
Mantep ne artikelnya.. ijin amankan gan. :D
BalasHapusBismillah,bang izin copy sebagai rujukan. Terimakasih
BalasHapusIzin ngopy bang, nanti sumbernya ditulis. Terimakasih
BalasHapusijin cp yahhh
BalasHapus