MAKALAH
(HADIS TARBAWI)
IKHLAS SEBAGAI
SUMBER MOTIVASI
Dosen Pengampu : H. Udi Yuliarto,
Lc, MA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2:
BAGUS JUNAEDY (1111111042)
JUB ADI M (1111111052)
HUSNIYAH FITRI (1111111069)
SEMESTER/KELAS : III/B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK
2012/2013
BAB I
IKHLAS : SUMBER MOTIVASI
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ
اِنَّما اْلاَعْمَالُ باِلنِّيَةِ وَاِنَّمَالْاِمْرِئٍ مَانَوَ ىفَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
اِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
اِلَى دُنْيَايُصِيْبُهَا اَوْ اِمْرَاَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلَى مَاهَا
جَرَ اِلَيْهِ ( رواه البخاري )
Diriwayatkan dari Umar ibn Khattab RA, ia berkata, saya mendengar Rasulullah
SAW bersabda: “Bahwasanya amal itu hanyalah berdasarkan pada niatnya.
Sesungguhnya bagi tiap-tiap orang (akan memperoleh) sesuai dengan apa yang ia
niatkan. Barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya , maka ia akan
memperoleh keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu
karena mencari dunia ia akan mendapatkannya atau karena seorang perempuan, maka
ia akan menikahinya. Maka (balasan) hijrah itu sesuai dengan apa yang diniatkan
ketika hijrah.” (Muttafaqun Alaih).
Diriwayatkan
oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim
bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim
bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang
paling shahih di antara semua kitab hadits Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907
A.
Sumber
Riwayat
Adapun yang menjadi sumber riwayat dari hadis di atas adalah Umar
ibn Khattab yang menerima dan terlibat langsung dalam penerimaan hadis dari
Rasulullah SAW. Umar ibn Khattab al-Faruq berasal dari etnis Bani Adi yang
terkenal sebagai etnis yang terpandang mulia dan berkedudukan tinggi. Ia lahir
di kota Mekkah 4 tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Umar mempunyai
postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, berani dan sangat disiplin.
Pada masa remajanya, ia dikenal sebagai pegulat perkasa dan sering menampilkan
dan mendemonstrasikan kemampuan dan keperkasaannya dalam pesta tahunan pasar
Ukaz di Mekkah. Umar sebelum masuk Islam, adalah seorang tokoh Arab yang sangat
terhormat, berwibawa, dan mempunyai pengaruh sangat besar, ia sangat keras
menentang seruan dan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Rasulullah berdoa
kepada Allah agar Umar mauk Islam, doanya yaitu : “Ya Allah kuatkanlah Islam
ini dengan salah seorang dari dua Umar (yaitu Umar ibn Khattab atau Amr ibn
Hisyam, maksudnya Abu Jahal).
Doa Rasulullah SAW tersebut diperkenankan Allah dengan masuk
Islamnya Umar ibn Khattab pada tahun kelima dari kenabian Muahammad SAW.
Masuknya Umar dalam Islam telah membawa cahaya terang dengan permulaan
perjuangan Islam. Dakwah Islam yang semulanya sembunyi-sembunyi dan rahasia,
kini disiarkan secara terang-terangan. Umar menjadi pembela dan pelindung umat
Islam dari segala gangguan.
Umar terkenal sebagai seorang yang jujur, ahli hadis,
dan selalu mendapat inspirasi ilham. Keberanian, ketegasan, dan kejujurannya nabi
SAW memberinya gelar dengan nama al-Faruq, maksudnya seorang pembeda
antara yang hak dan yang batil. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Seandainya
setelah aku meninggal dunia ada lagi nabi, maka Umarlah orangnya.” Ibnu
Ma’ud berkata: “Islamnya Umar adalah suatu kemenangan, hijrahnya adalah
suatu pertolongan, dan pemerintahannya adalah suatu rahmat.” Dia yang menggagas
pengumpulan dan penulisan ayat-ayat
al-Qur`an pada masa pemerintahan Abu Bakar. Umar Ibnu Kattab menggantikan Abu
Bakar sebagai khalifah yang kedua ari tahun 13 H–23 H / 634 M–644 M.
Ia menjadi khalifah selama 10 tahun 6 bulan. Selama
pemerintahannya Islam semakin luas dengan takluknya dua kekusaan besar, yaitu
Persia dan Byzantium, termasuk juga Mesir. Dalam masa hidupnya Umar sempat
meriwayatkan sebanyak 537 hadis. Umar ibn Khattab mengakhiri hidupnya di tangan
seorang pembunuh yang bernama Abu Lu’lu’ah, seorang budak Nasrani dari Persia
yang ditawan oleh tentara Islam di Nahawand, kemudian diambil oleh Mughirah ibn
Syu’bah untuk dijadikan sebagi budaknya. Ketika Umar memasuki masjid hendak
shalat subuh, tiba-tiba diserang dan ditikam. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan
dimakamkan disamping kuburan Rasulullah
B. Mukharrijul Hadis
1. Imam Bukari
Periwayat
yang menyampaikan hadis tersebut adalah Imam Bukhari. Dialah yang disebutkan
sebagai mukharrij, yaitu orang yang mengeluarkan, mengoleksi, dan menghimpun
hadis ini ke dalam kitab Shahihnya. Adapun nama Asli dan lengkap Imam Bukhari
adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn
Bardizbah al’Ju’fiy al-Bukari. dilahirkan setelah jumat pada tanggal 13 syawal
194 H atau bertepatan dengan tanggal 21 Juli 810 M di Bukhara suatu kota di
Uzbekistan yang dulu termasuk dalam wilayah kekuasaan Uni Sovyet yang merupakan
persimpangan jalan antara Rusia, Hindia, dan Tiongkok. oleh karena beliau
kelahiran Bukhara sehingga ia dikenal dengan panggilan Imam Bukhari.
Dalam usia
10 tahun beliau sudah memiliki perhatian yang menonjol dan dominan dalam bidang
ilmu-ilmu hadis, hal ini terbukti disaat itu sudah mempunyai hapalan hadis yang
tidak sedikit jumlahnya. Di masa kanak-kanak telah menghapal 70.000 hadis dan
dalam perkembangan selanjutnya beliau menghapal 100.000 hadis shahih dan
200.000 yang tidak shahih. Beliau mengetahui seluruh rangkaian sanad-sanadnya,
mengetahui hari lahir, hari wafat, dan tempat-tempat para periwayat hadis itu
serta nilai dan kualitas masing-masing periwayat itu.
Ketika
berumur 16 tahun beliau sudah hafal kitab-kitab para imam, seperti kitab imam
Ibnu Mubarak, kitab imam Waki’ dan lain-lain. Beliau melawat ke berbagai kota
untuk mencari dan menemui ulama-ulama hadis, seperti ke negeri Syiria, Mesir,
Baghdad, Basrah, Hijaz, sampai bermukim di Madinah selama 6 tahun. Ia belajar
kepada banyak sekali guru hingga mencapai 1.080 orang guru. Sedangkan
murid-muridnya yang mendengar langsung dan meriwayatkan hadis dari kitab Shahih
Bukhari mencapai 90.000 orang.
Imam Bukhari mewariskan sekitar 20 karya besar dalam bidang hadis, ilmu rijal
dan dalam berbagai ilmu keislaman
lainnya. Diantara karyanya yaitu Jami’ ash-shahih yang lebih populer dengan
nama Shahih al-Bukhari.
Shahih
al-Bukhari adalah kitab yang mula-mula
mengumpulkan dan membukukan hadis-hadis shahih saja yang telah dipersiapkan
selama 16 tahun sebagai hasil jelajahannya dari berbagai kota. Menurut hasil
perhitungan al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, bahwa jumlah hadis yang terdapat
dalam kitab Shahih al-Bukhari adalah
sebanyak 7.397 hadis. Hitungan ini termasuk hadis yang diulang-ulang dan di
luar hitugan hadis mu’allaq dan mutabiat. Dan hadis yang tidak
beukang-ulang sebanyak 2.602 hadis.. Sedang jumlah yang mu’allaq ada 1.341 dan
yang mutabiat ada 344 hadis. Jadi jumlah seluruhnya adalah 9.082 hadis. Namun yang
jelas dilihat dari nomor hadisnya
khususnya yang ada dalam Fath al-Bari suatu kitab berisi komentar dan
penjelasan tentang hadis-hadis dalam Shahih Bukhari adalah sampai hadis 7.563.
Imam Bukhari
wafat pada malam sabtu setelah shalat isya tepat pada malam idul fitri 1 Syawal
256 H atau 31 Agustus 870 M di Khartand suatu kampung tidak jauh dari kota
Samarkand yang terletak di wilayah bekas kekuasaan Unisovyet.
2. Imam Muslim
Selain
Bukhari, ada seorang mukharrij yang tidak kalah pentingnya dalam meriwayatkan
hadis yaitu Imam Muslim. Nama lengkapnya adalah Abu al-Husain Muslim ibn Hajjaj
ibn Muslim ibn Khusyad al-Qusyairi an Naisaburi. Lahir pada tahun 206 H/820 M
di an-Naisaburi sebuah kota di khurasan wilayah bekas Uni Sovyet.
Adapun karya
dari Imam Muslim yaitu Shahih Muslim, Al-Musnad Al-Kabir, Al-Asma’ wal kuna,
al-‘lal, al-Aqran, Sualatihi Ahmad Ibnu Hambal, al-Muhadharamin, Man Laisa Lahu
Illa rawin Wahid, Aulad ash-Shahabah, Auham al-Muhadditsin.
Dalam
menghimpun hadis Imam Muslim mengadakan lawatan keberbagai negara seperti
Hijaz, Irak, Syiria, Mesir dan negara-negara lainnya untuk belajar hadis.
Ia belajar
hadis ketika usianya masih 12 tahun. Salah satu gurunya adalah Imam Bukhari.
Muslim merupakan rujukan hadis yang utama terpercaya dan tershahihnya kedua
setelah Imam Bukahri.. Para Ulama sepakat bahwa kitab hadis tershahih adalah
dua kitab yaitu Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim
Kitab Shahih
Muslim berisi 12.000 hadis, namun ada yang mengatakan 4000 hadis. Tapi itu
tidak saling bertentangan. Karena yang mengatakan 12.000 hadis itu menghitung
secara keseluruhan, sedangkan yang mengatakan 4.000 hadis menghitung hadis yang
tidak diulang.
Imam Muslim
wafat pada hari Ahad sore dan dimakamkan pada hari Senin 25 Rajab 261 H atau
875 M dalam usia 55 tahun di Kampung Nashr Abad salah satu daerah di luar daerah
Naisaburi
Hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim ini disebut dengan hadis muttafaqun alaih,
artinya hadis yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
C. Takhrijul Hadis
Pengertian Takhrij
hadis menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling mendekati disini
adalah adalah berasal dari kata kharaja خرج yang artinya nampak
dari tempatnya atau keadaaannya, dan terpisah,dan kelihatan. Demikian juga kata
al-ikhraj الخرج yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj المخرج yang artinya tempat
keluar dan akhraj al-hadistwa kharajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan
hadist kepada orang dengan menjelaska ntempat keluarnya.Sedangkan menurut
istilah muhaditsin, takhrij diartikan dalam beberapa pengertian :
1. Sinonim dan ikhraj,
yakni seorang rawi mengutarakan suatu hadist dengan menyebutkan sumber keluarnya
(pemberita) hadist tersebut.
2. Mengeluarkan
hadist-hadist dari kitab-kitab, kemudian sanad-sanadnya disebutkan.
3. Menukil hadist dari
kitab-kitab sumber (diwan hadist) dengan menyebut mudawinnya sertadi jelaskan martabat
hadistnya.
Takhrij ialah
penunjukan terhadap tempat hadist dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanadnya
dan martabatnya sesuai dengan keperluan”.
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan, bahwa takhrij meliputi kegiatan
a.
Periwayatan
(penerimaan, perawatan, pentadwinan, dan penyampaian) hadist.
b.
Penukilan hadist dari
kitab-kitab asal untuk dihimpun dalam suatu kitab tertentu.
c.
Mengutip hadist-hadist
dari kitab-kitab fan (tafsir, tauhid, fiqh, tasawuf, dan akhlak)
denganmenerangkan sanad-sanadnya.
d.
Membahas hadist-hadist
sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-mardudnya)
Adapun orang
yang mengeluarkan hadis tersebut adalah Imam Bukhari. Bukhari meriwayatkan
hadis tersebut di atas yang sepertinya enam kali dalam kitab shahihnya, yaitu
pada hadis no.1, 54, 2529, 3898, 6689, dan 6953. Muslim dalam kitab shahihnya
pada hadis no.1907. Tirmidzi dalam sunannya pada hadis no.1647. Abu Daud dalam sunannya
pada hadis no.2202. Nasai dalam sunannya pada hadis no.75, 3437, dan 3794. Ibnu
Majah dalam sunannya pada hadis no. 4227. Ahmad dalam musnadnya pada hadis no.
169. Hanya ada sedikit susunan redaksinya agak berbeda dengan di atas. Riwayat
Bukhari yang sampai 6 kali, ada yang tidak menggunakan kata “ innama” tapi langsung pada kata
pertamanya adalah “A’malu Binniyat”.
Dan susunan redaksi yang paling banyak menggunakan kata niat dalam bentuk Mufrad (tunggal). Tidak seperti hadis
tersebut di atas yang menggunakan kata niat dalam bentuk jamak (plural) “Binniyat”
adanya susunan redaksi hadis yang beragam seperti ini disebabkan, boleh jadi
karena hadis tersebut proses periwayatannya menggunakan metode maknawi.
Menurut
al-Iraqi (806 H/1404 M), hadis tersebut di atas diriwayatkan oleh 33 sahabat
Nabi Saw, bahkan bisa lebih dari itu, sehingga banyak ulama memposisikan hadis
tersebut sebagai hadis mutawatir. Dan dalam sejarahnya memang disebutkan bahwa
Nabi Saw. Menyampaikan hadis tersebut di atas mimbar di depan orang banyak.
Oleh karena itu, al-katani(1927) memasukkannya dalam daftar hadis mutawatir
pada urutan pertama dalam buku koleksi hadis-hadis mutawatir yang berjudul
Nazhm al-mutanaatsir Min al-hadits al-mutawatir. Ada juga menilainya sebagai
mutawatir maknawi, maksudnya hadis-hadis yang memuat masalah niat dan ikhlas
seperti ini sangat banyak walaupun susunan redaksinya berbeda, namun maksudnya
sama.
Namun demikian,
ada juga ulama tetap menilainya bukan hadis mutawatir , tapi hadis ahad.
Termasuk imam Ibnu ash-Shalah(643 H/1245 M),An –Nawawi(676 H/1277 M), dan ulama
di era kotemporer ini adalah DR. Nuruddin ‘Itr. Alasannya. Pada pertengahan
sanadnya mencapai jumlah mutawatir. Sementara di awal sanadnya hanya sampai
pada tingkatan ahad. Kriteria hadis mutawatir adalah jumlah periwayat pada
setiap thabaqah dari awal sanad harus
sama atau seimbang sampai pada akhir sanad. Oleh karena itu, hadis tersebut
adalah hadis ahad, yang kualitasnya shahih.
D.
Asbab
Al-Wurud
Dalam tradisi ilmu
hadis, untuk menentukan kualitas sebuah hadis diperlukan serangkaian
penelitian, baik menggunakan metode atau kaidah yang digunakan untuk menentukan
kualitas sanad maupun metode untuk menentukan kualitas matan. Hal
ini dilakukan karena kualitas keduanya tidak selalu sejalan, ada kalanya sanad-nya shahih akan
tetapi matannya mardud. Dari langkah-langkah tersebut minimal akan
diketahui proses penentuan kualitas hadis secara keseluruhan baik dilihat dari
sanad dan matan meskipun hal itu tergolong ijtihad (relative).
Tidak berhenti disitu, jika dilihat secara seksama akan terlihat bahwa
ungkapan, perilaku dan ketetapan Nabi saw, selain bersifat lokal dan temporal
juga bersifat universal. Pemahaman terhadap berbagai peristiwa disekeliling
beliau tersebut jika dihubungkan dengan latar belakang terjadinya maka ada yang
harus diterapkan secara tekstual dan ada yang harus ditetapkan secara
kontekstual pada masa sekarang.
Dalam pada itu, adalah
sebuah keniscayaan bahwa memahami sebuah hadis tidak cukup hanya melihat teks
hadis namun juga perlu memperhatikan konteksnya karena tidak jarang ada hadis
yang secara tekstual nampak bertentangan (mukhtalif) atau sulit dipahami
(gharib). Nah ketika hadis itu memiliki asbab wurud, setidaknya
dapat diraba kepada siapa hadis itu disampaikan dan dalam kondisi
sosio-kultural yang bagaimana Nabi menyampaikannya. Hal itu perlu dikaji untuk
menangkap pesan moral di dalamnya. Tanpa memperhatikan konteks historisitas
tersebut, terkadang akan ditemui kesulitan dalam menangkap dan memahami makna
suatu hadis, bahkan dapat membawa ke dalam pemahaman yang barangkali kurang
sesuai. Persoalannya tidak semua hadis memiliki asbab wurud secara
integral atau built in dalam sebuah riwayat. Tulisan ini sekilas
berupaya melakukan eksplorasi berkenaan dengan upaya alternatif memahami hadis
yang tidak memiliki asbab wurud dalam konteks yang seolah-olah hampa
kultural tersebut berikut aplikasi sederhana.
1.
Asbab al-Wurud, Konteks
Mikro dan Makro
Secara etimologis, asbab
wurud merupakan susunan idafah dari kata asbab dan wurud.
Kata asbab adalah bentuk jamak dari kata sabab, yang berarti tali
atau penghubung, yaitu segala sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu
yang lain, atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan kata wurud merupakan
bentuk isim masdar dari kata warada-yaridu-wurudan yang berarti
datang atau sampai kepada sesuatu.
Adapun latar
belakang yang menyebabkan lahirnya hadis tersebut di atas adalah sebagaimana
diriwayatkan az-Zubair ibn Bakkar bahwa hadis tersebut disabdakan Nabi Saw.
Ketika bersama umat islam dan para sahabat yang berhijrah baru saja tiba di
Madinah mereka langsung diserang perasaan lelah dan letih yang luar biasa. Dan
tiba-tiba datang pula seseorang dalam
rombongan itu yang ikut hijrah hanya dengan harapan ingin mendapatkan dan
melamar seorang perempuan yang juga ikut berhijrah. Nabi Saw. Mengetahui hal
ini, lalu beliau naik di atas mimbar dan bersabda : “wahai sekalian manusia,
sesungguhnya amal itu didasarkan atas niatnya (sabda ini diulangi sampai tiga
kali). Barangsiapa hijrahnya karena untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
itu untuk Allah dan RasulNya juga (maksudnya akan memperoleh ridha-Nya).
Barangsiapa yang hijrahnya untuk mencari keduniaan atau untuk menikahi seorang
perempuan, maka ia akan memperolehnya. Sesungguhnya seseorang itu mendapatkan
dari hijrahnya untuk mencari keduniaan atau untuk menikahi seorang perempuan,
maka ia akan memperolehnya. Sesungguhnya seseorang itu mendapatkan dari
hijrahnya itu berdasar pada niat hijrahnya. Lalu beliau mengangkat tangannya
sambil berdoa “Ya allah, hindarkanlah bencana ini dari sisi kami” doa ini
beliau ulang-ulangi sampai tiga kali. Ketika tiba waktu pagi, beliau bersabda:
“ Tadi malam aku bermimpi dipertemukan dengan seorang yang sakit, maka
tiba-tibadibawa masuk seorang nenek-nenek tua hitam yang mengelayut diantara
kedua tangan orang yang mengantarkannya masuk. Lalu orang itu bertanya: “nenek
ini sakit, bagaimana pendapat tuan? Maka aku pun menjawab: ”tempatkan dia di
khim”.
Ath-Thabrani(360 H) meriwayatkan dalam al-mu’jam al-kabir dengan sanad yang
dapat dipercaya bersumber dari Ibnu Mas’ud, beliau menerangkan bahwa di antara
para sahabat ada seorang laki-laki yang ikut berhijrah ke Madinah dengan
harapan untuk meminang seorang ummu Qais. Perempuan tersebut tidak mau menerima
pinangannya, kecuali jika laki-laki yang meminangnya itu mau ikut juga
berhijrah ke Madinah dan akhirnya mereka kawin. Berkenaan dengan peristiwa
inilah, Nabi Saw. Menyabdakan hadis tersebut di atas.
E.
Fiqhul
Hadis
Kata fiqh (فقه),
yang secara bahasa berarti “mengetahui sesuatu dan memahaminya”.
Secara istilah
Fiqh al-Hadits adalah dasar-dasar atau aturan-aturan yang digunakan untuk memahami
teks-teks dan implikasi riwayat-riwayat dan juga penafsiran dan penjelasan yang
diajukan atas hadits-hadits berdasarkan pada dasar dan aturan ini.
Pada mulanya
ulama, terutama dalam disiplin ilmu fikih, hadis tersebut dijadikan dasar hukum
penetapan wajibnya niat dalam melakukan suatu ibadah. Menurut mereka tidak sah
ibadah tanpa disertai dengan niat. Jalaludin as_suyuthi (911 H/1505 M) dalam
bukunya Asbab Wurud al-Hadits yang memuat hadis-hadis ibadah dan hukum
menempatkan hadis tersebut di atas pada hadis pertama dalam bab Thaharah. Ini
sustu indikasi bahwa beliau dan yang sependapat dengannya berpendapat bahwa
thaharah tidak sah tanpa niat. Dan pandangan seperti ini mayoritas dipegang
oleh para ulama dengan berdasarkan pada teks hadis tersebut di atas.
Namun demikian,
setelah memperhatikan konteks dan latar belakang historis munculnya hadis
tersebut di atas dapat dipahami bahwa muatan dan pesan utama dari hadis tersebut
adalah persoalan ikhlas dalam
melakukan hijrah, karena ucapan ketika Nabi Saw hijrah dari Mekah dan baru saja
tiba di Madinah menyikapi adanya seseorang yang ikut hijrah bukan karena
didorong oleh perjuangan menegakkan agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah
Saw, tetapi dimotivasi oleh keinginan-keinginan lain. Dalam hadis tersebut
digambarkan oleh beliau adanya tiga macam motivasi dan orientasi yang mendorong
seseorang untuk ikut hijrah ke Madinah :
1.
Karena
didorong oleh motivasi ekonomi dengan harapan setibanya di Madinah mereka akan
berbisnis, masyarakat arab memang diakui naluri dan bakat bisnisnya
sampai-sampai pergi melakukan ibadah bisnisnya sampai-sampai pergi melaksanakan
ibadah haji pun mereka juga tetap berbisnis hingga turun ayat mengenai masalah
bisnis ketika tengah dalam melaksanakan ibadah haji.
2.
Karena
didorong oleh motivasi cinta kepada seorang perempuan. Perempuan yang ikut
hijrah itu namanya Ummu Qais, dia dilamar oleh seseorang, tapi ditolak, kecuali
mau ikut hijrah ke Madinah. Akhirnya laki-laki itu ikut hijrah bergabung dengan
rombongan Rasulullah Saw. dan para
sahabat dengah harapan di Madinah bisa melamar dan manikah Ummu Qais. Dan ini
terbukti setelah di Madinah ia pun nikah dengan perempuan tersebut yang
belakangan disebut Ummu Muhajir.
3.
Karena
motivasi murni semata-mata ingin berjuang bersama Allah dan Rasul_Nya dalam
menegakkan kebenaran Islam untuk memperoleh kerinduan Allah.
Dengan
demikian, dengan kontekstual dapat dipahami peran utama dari hadis tersebut
masalah ikhlas sebagai sumber motivasi dan orientasi dalam melakukan aktivitas
keagamaan terutama dalam memperjuangkan menegakkan ajarab agama Allah al-Islam.
Sebagaimana yang dopraktekkan oleh Nabi Saw beserta para sahabatnya ketika
hijrah dari Mekah ke Madinah. Oleh karena itu, imam Bukhari dalam kitab
Shahihnya, hadis yang nomor satu ditulis adalah hadis tersebut di atas. Hal ini
bisa menjadi, bahwa dalam memulai sesuatu harus dengan ikhlas dan dengan tujuan
yang baik dan benar. Perjuangan yang dilakukan hanya sebatas motivasi dan
orientasi kepentingan pribadi, ekonomi, politik, kekuasaan dan lain-lain itu
hanya bersifat sementara tidak bertahan lama dan tidak kuat, karena landasannya
sangat rapuh. Kedua, bisa juga dipahami, upaya memperjuangkan kebenaran ajaran
agama Allah itu selalu saja ada dan pasti
ada tipe-tipe manusia yang berkarakter seperti disebutkan dalam hadis di atas.
Keikhlasan merupakan basis kekuatan utama dalam memperjuangkan segala cita-cita
mulia termasuk dalam hijrah yang dipraktekkan oleh Rasulullah Saw. hijrah yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw. berserta para sahabat bukanlah lari dan takut
serta menghindari orang-orang kafir Quraisy, akan tetapi lebih merupakan salah
satu bagian dari strategi politik dalam perjuangan. Hijrahnya Rasulullah Saw.
itu merupakan tonggak awal kebangkitan islam. Oleh karena itulah, penetapan
awal tahun baru dalam kalender Islam diambil dari berdasarkan awal hijrahnya
Rasulullah Saw. ke Madinah ini, dan bukan berdasarkan hari kelahiran, hari
pelantikkannya menjadi Nabi dan Rasul atau waktu di isra’mi’rajkannya.
Keikhlasan
berasal dari dorongan niat. Olah karena itu, pada awal pembuka hadis Nabi Saw.
menekankan dalam berbagai aktivitas seseorang. Sesungguhnya niat mengandung
tiga unsur pokok, yaitu sebagai berikut :
1.
Ikrar
kesungguhan melakukan suatu dengan sepenuhnya (tekad bulat) didasari oleh
keinginan mencapai ridha Allah.
2.
Bermakna
permohonan bantuan Allah dalam rangka meraih
keberhasilan terhadap apa yang dilakukan.
3.
Tersirat
rasa oenyerahan diri secara total kepada Allah.
Oleh karena
itulah, antara niat dan ikhlas, keduanya tidak dapat dipisahkan.
Ada hadis Nabi
Saw yang menerangkan tentang peran dan kedudukan ikhlas dalam beramal.
اِنَّ اللهَ لَايُقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ اِلَّا
مَاكَانَ لَهُ خَالِصاً وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
Artinya :
"sesungguhnya
Allah tidak akan menerima amal kecuali yang mengerjakannya secara ikhlas, dan
mencari hanya ridhanya" (HR. An-Nasai dari Abu Umamah al-bahili).
Hadis ini
diucapkan Nabi Saw sebagai jawaban terhadap adanya seseorang yang bertanya
kepada beliau tentang seseorang yang ikut berperang dengan tujuan ingin
mendapatkan pahala, popularitas, sekaligus harta kekayaan (motivasi politik dan
ekonomi. Zainuddin al-hambali ketika memberi komentas terhadap hadis tersebut
di atas mengatakan bahwa mereka yang termotivasi dan orientasi pertama dan
kedua di atas ini, tidak layak disebut muhajir.
Tapi, yang
layak disebut sebagai muhajir ialah yang berhijrah benar-benar dengan ikhlas
semata karna Allah dan Rasul_Nya untuk mendapatkan ridha_Nya. Namun, ada juga
ulama menilai bahwa orang yang melakukan kegiatan keagamaan, misalnya hijrah
atau yang lain dengan motivasi lillahita’ala sambil mencari keuntungan ekonomi,
politik, sosial dan lain-lain maka bisa saja tetap mendapatkan pahala, hanya
niali dan kualitasnya tidak samadengan yang benar-benar ikhlas murni tanpa
campuran. Hal ini didasarkan pada ketika abu thalhah masuk islam karena ingin
kawin dengan Ummu Sulaim (Ibunya Annas ibn Malik) dan didasari keikhlasan
karena Allah juga. Hal ini juga ketika seseoran berpuasa karna Allah sembil ada
niat untuk kesehatan dan lain-lain. Menurut al-Ghazali (505H/1111M), kalau
motivasi duniawinya lebih dominan maka Ia tidak mendapatkan pahala sama sekali.
Dan kalau niat Ibadah dan motivasi ikhlasnya masih lebih dominan dan niat
lainnya hanya mengikuti, maka Ia tetap mendapatkan nilai pahala..
Sebetulnya,
pada tingkatan yang lebih jauh dan tegas, bahwa ikhlas itu artinya murni tidak
dicampuri apa-apa, sehingga dengan demikian ia sama dengan tauhid (dari kata
wahhada – yuwahhidu-tauhidun, artinya benar-benar mengesakan Tuhan). Pada
tataran inilah ikhlas diperlawankan dengan syirik. Begitu ia tidak ikhlas, maka
dalam waktu yang bersamaan ia akan musyrik. Itulah sebabnya ketika seseorang
beribadah tapi hanya karena riya’ bukan ikhlas Lillahi Ta’ala, maka ia telah
berbuat syirik, minimal syirik asghar (kecil). Inilah yang dimaksud dalam
firman Allah.
wur õ8Îô³ç Íoy$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr&
Artinya
:
“Dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya".(Q.S. al-Kahfi ayat 110)
!$tBur (#ÿrâÉDé& wÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øèC
Artinya :
“Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
ikhlas (taa kepada-Nya secara murni).”
(Q.S. al-Bayyinah ayat 5).
Al-Faqih
meriwayatkan dengan sanadnya dari Amr Maula Mutallib dari Ashim dan Muhammad
Labied, Nabi SAW bersabda yang artinya “Syirik kecil adalah suatu penyakit
yang sangat berbahaya bagi kalian, lalu para sahabat bertanya; apakah syirik
kecil itu, ya Rasul? Jawab beliau; Riyak. Besok di hari kiamat, Allah menyuruh
mereka mencari pahala amalnya, kepada siapa tujuan amal mereka itu, Firmannya:
carilah manusia yang waktu hidup di dunia, kamu beramal tujuannya hanya untuk
dipuji/disanjung oleh mereka, mintalah pahala kepada mereka.
Dalam hadis
tersebut mengandung pengertian bahwa
amal baik apapun yang dilakukan tanpa ikhlas, tidak akan diterima dan tiada
balasannya kecuali neraka dasarnya firman Allah Q.S. al-Isra’ ayat 18
`¨B tb%x. ßÌã s's#Å_$yèø9$# $uZù=¤ftã ¼çms9 $ygÏù $tB âä!$t±nS `yJÏ9 ßÌR ¢OèO $oYù=yèy_ ¼çms9 tL©èygy_ $yg8n=óÁt $YBqãBõtB #Yqãmô¨B ÇÊÑÈ
Artinya :
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka Kami
segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami
kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam
Keadaan tercela dan terusir.”
DAFTAR
PUSTAKA
-
Wajadi
Sayadi. 2008. Hadis Tarbawi (Pesan pesan Nabi tentang
Pendidikan). Jakarta : PUSTAKA FIRDAUS
-
Sohari.
2006. Hadis Tematik. Jakarta : diADIT MEDIA
-
Muhammad
Fa’ud Abdul Baqi. 2005. Mutiara Hadis Shahih Bukhari
Muslim. Surabaya : Bina Ilmu
-
Al-Faqih Abu Laits Samarqandi.1986.Tanhibul Ghafilin (Pembangun
Jiwa
dan Moral Umat).Surabaya : Mutiara Ilmu
-
http://www.ask.com/web?q=&o=102842&l=dis&qsrc=2871
Tidak ada komentar:
Posting Komentar