Kamis, 02 Mei 2013

Hadis Tarbawi Tentang Niat "IKHLAS SEBAGAI SUMBER MOTIVASI"




 
MAKALAH
(HADIS TARBAWI)

IKHLAS SEBAGAI SUMBER MOTIVASI


Dosen Pengampu : H. Udi Yuliarto, Lc, MA









 
 









  
DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2:

BAGUS JUNAEDY (1111111042)
JUB ADI M (1111111052)
HUSNIYAH FITRI (1111111069)


SEMESTER/KELAS : III/B


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
  










BAB I
IKHLAS : SUMBER MOTIVASI


عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ اِنَّما اْلاَعْمَالُ باِلنِّيَةِ وَاِنَّمَالْاِمْرِئٍ مَانَوَ ىفَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى دُنْيَايُصِيْبُهَا اَوْ اِمْرَاَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلَى مَاهَا جَرَ اِلَيْهِ ( رواه البخاري )

Diriwayatkan dari Umar ibn Khattab RA, ia berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Bahwasanya amal itu hanyalah berdasarkan pada niatnya. Sesungguhnya bagi tiap-tiap orang (akan memperoleh) sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya , maka ia akan memperoleh keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena mencari dunia ia akan mendapatkannya atau karena seorang perempuan, maka ia akan menikahinya. Maka (balasan) hijrah itu sesuai dengan apa yang diniatkan ketika hijrah.” (Muttafaqun Alaih).

Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907



A.      Sumber Riwayat

Adapun yang menjadi sumber riwayat dari hadis di atas adalah Umar ibn Khattab yang menerima dan terlibat langsung dalam penerimaan hadis dari Rasulullah SAW. Umar ibn Khattab al-Faruq berasal dari etnis Bani Adi yang terkenal sebagai etnis yang terpandang mulia dan berkedudukan tinggi. Ia lahir di kota Mekkah 4 tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Umar mempunyai postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, berani dan sangat disiplin. Pada masa remajanya, ia dikenal sebagai pegulat perkasa dan sering menampilkan dan mendemonstrasikan kemampuan dan keperkasaannya dalam pesta tahunan pasar Ukaz di Mekkah. Umar sebelum masuk Islam, adalah seorang tokoh Arab yang sangat terhormat, berwibawa, dan mempunyai pengaruh sangat besar, ia sangat keras menentang seruan dan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Rasulullah berdoa kepada Allah agar Umar mauk Islam, doanya yaitu : “Ya Allah kuatkanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua Umar (yaitu Umar ibn Khattab atau Amr ibn Hisyam, maksudnya Abu Jahal).
Doa Rasulullah SAW tersebut diperkenankan Allah dengan masuk Islamnya Umar ibn Khattab pada tahun kelima dari kenabian Muahammad SAW. Masuknya Umar dalam Islam telah membawa cahaya terang dengan permulaan perjuangan Islam. Dakwah Islam yang semulanya sembunyi-sembunyi dan rahasia, kini disiarkan secara terang-terangan. Umar menjadi pembela dan pelindung umat Islam dari segala gangguan.
Umar terkenal sebagai seorang yang jujur, ahli hadis, dan selalu mendapat inspirasi ilham. Keberanian, ketegasan, dan kejujurannya nabi SAW memberinya gelar dengan nama al-Faruq, maksudnya seorang pembeda antara yang hak dan yang batil. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Seandainya setelah aku meninggal dunia ada lagi nabi, maka Umarlah orangnya.” Ibnu Ma’ud berkata: “Islamnya Umar adalah suatu kemenangan, hijrahnya adalah suatu pertolongan, dan pemerintahannya adalah suatu rahmat.” Dia yang menggagas pengumpulan dan  penulisan ayat-ayat al-Qur`an pada masa pemerintahan Abu Bakar. Umar Ibnu Kattab menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah yang kedua ari tahun 13 H–23 H / 634 M–644 M.
Ia menjadi khalifah selama 10 tahun 6 bulan. Selama pemerintahannya Islam semakin luas dengan takluknya dua kekusaan besar, yaitu Persia dan Byzantium, termasuk juga Mesir. Dalam masa hidupnya Umar sempat meriwayatkan sebanyak 537 hadis. Umar ibn Khattab mengakhiri hidupnya di tangan seorang pembunuh yang bernama Abu Lu’lu’ah, seorang budak Nasrani dari Persia yang ditawan oleh tentara Islam di Nahawand, kemudian diambil oleh Mughirah ibn Syu’bah untuk dijadikan sebagi budaknya. Ketika Umar memasuki masjid hendak shalat subuh, tiba-tiba diserang dan ditikam. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan dimakamkan disamping kuburan Rasulullah

B.       Mukharrijul Hadis
1.      Imam Bukari
Periwayat yang menyampaikan hadis tersebut adalah Imam Bukhari. Dialah yang disebutkan sebagai mukharrij, yaitu orang yang mengeluarkan, mengoleksi, dan menghimpun hadis ini ke dalam kitab Shahihnya. Adapun nama Asli dan lengkap Imam Bukhari adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al’Ju’fiy al-Bukari. dilahirkan setelah jumat pada tanggal 13 syawal 194 H atau bertepatan dengan tanggal 21 Juli 810 M di Bukhara suatu kota di Uzbekistan yang dulu termasuk dalam wilayah kekuasaan Uni Sovyet yang merupakan persimpangan jalan antara Rusia, Hindia, dan Tiongkok. oleh karena beliau kelahiran Bukhara sehingga ia dikenal dengan panggilan  Imam Bukhari.
Dalam usia 10 tahun beliau sudah memiliki perhatian yang menonjol dan dominan dalam bidang ilmu-ilmu hadis, hal ini terbukti disaat itu sudah mempunyai hapalan hadis yang tidak sedikit jumlahnya. Di masa kanak-kanak telah menghapal 70.000 hadis dan dalam perkembangan selanjutnya beliau menghapal 100.000 hadis shahih dan 200.000 yang tidak shahih. Beliau mengetahui seluruh rangkaian sanad-sanadnya, mengetahui hari lahir, hari wafat, dan tempat-tempat para periwayat hadis itu serta nilai dan kualitas masing-masing periwayat itu.
Ketika berumur 16 tahun beliau sudah hafal kitab-kitab para imam, seperti kitab imam Ibnu Mubarak, kitab imam Waki’ dan lain-lain. Beliau melawat ke berbagai kota untuk mencari dan menemui ulama-ulama hadis, seperti ke negeri Syiria, Mesir, Baghdad, Basrah, Hijaz, sampai bermukim di Madinah selama 6 tahun. Ia belajar kepada banyak sekali guru hingga mencapai 1.080 orang guru. Sedangkan murid-muridnya yang mendengar langsung dan meriwayatkan hadis dari kitab Shahih Bukhari mencapai 90.000 orang. Imam Bukhari mewariskan sekitar 20 karya besar dalam bidang hadis, ilmu rijal dan dalam  berbagai ilmu keislaman lainnya. Diantara karyanya yaitu Jami’ ash-shahih yang lebih populer dengan nama Shahih al-Bukhari.
Shahih al-Bukhari adalah  kitab yang mula-mula mengumpulkan dan membukukan hadis-hadis shahih saja yang telah dipersiapkan selama 16 tahun sebagai hasil jelajahannya dari berbagai kota. Menurut hasil perhitungan al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, bahwa jumlah hadis yang terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari  adalah sebanyak 7.397 hadis. Hitungan ini termasuk hadis yang diulang-ulang dan di luar hitugan hadis mu’allaq dan mutabiat. Dan hadis yang tidak beukang-ulang sebanyak 2.602 hadis.. Sedang jumlah yang mu’allaq ada 1.341 dan yang mutabiat ada 344 hadis. Jadi jumlah seluruhnya adalah 9.082 hadis. Namun yang jelas  dilihat dari nomor hadisnya khususnya yang ada dalam Fath al-Bari suatu kitab berisi komentar dan penjelasan tentang hadis-hadis dalam Shahih Bukhari adalah sampai hadis 7.563.
Imam Bukhari wafat pada malam sabtu setelah shalat isya tepat pada malam idul fitri 1 Syawal 256 H atau 31 Agustus 870 M di Khartand suatu kampung tidak jauh dari kota Samarkand yang terletak di wilayah bekas kekuasaan Unisovyet.



2.      Imam Muslim

Selain Bukhari, ada seorang mukharrij yang tidak kalah pentingnya dalam meriwayatkan hadis yaitu Imam Muslim. Nama lengkapnya adalah Abu al-Husain Muslim ibn Hajjaj ibn Muslim ibn Khusyad al-Qusyairi an Naisaburi. Lahir pada tahun 206 H/820 M di an-Naisaburi sebuah kota di khurasan wilayah bekas Uni Sovyet.
Adapun karya dari Imam Muslim yaitu Shahih Muslim, Al-Musnad Al-Kabir, Al-Asma’ wal kuna, al-‘lal, al-Aqran, Sualatihi Ahmad Ibnu Hambal, al-Muhadharamin, Man Laisa Lahu Illa rawin Wahid, Aulad ash-Shahabah, Auham al-Muhadditsin.
Dalam menghimpun hadis Imam Muslim mengadakan lawatan keberbagai negara seperti Hijaz, Irak, Syiria, Mesir dan negara-negara lainnya untuk belajar hadis.
Ia belajar hadis ketika usianya masih 12 tahun. Salah satu gurunya adalah Imam Bukhari. Muslim merupakan rujukan hadis yang utama terpercaya dan tershahihnya kedua setelah Imam Bukahri.. Para Ulama sepakat bahwa kitab hadis tershahih adalah dua kitab yaitu Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim
Kitab Shahih Muslim berisi 12.000 hadis, namun ada yang mengatakan 4000 hadis. Tapi itu tidak saling bertentangan. Karena yang mengatakan 12.000 hadis itu menghitung secara keseluruhan, sedangkan yang mengatakan 4.000 hadis menghitung hadis yang tidak diulang.
Imam Muslim wafat pada hari Ahad sore dan dimakamkan pada hari Senin 25 Rajab 261 H atau 875 M dalam usia 55 tahun di Kampung Nashr Abad salah satu daerah di luar daerah Naisaburi
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim ini disebut dengan hadis muttafaqun alaih, artinya hadis yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim


C.      Takhrijul Hadis
Pengertian Takhrij hadis menurut bahasa memiliki beberapa makna. Yang paling mendekati disini adalah adalah berasal dari kata kharaja خرج yang artinya nampak dari tempatnya atau keadaaannya, dan terpisah,dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj الخرج yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj المخرج yang artinya tempat keluar dan akhraj al-hadistwa kharajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadist kepada orang dengan menjelaska ntempat keluarnya.Sedangkan menurut istilah muhaditsin, takhrij diartikan dalam beberapa pengertian :
1. Sinonim dan ikhraj, yakni seorang rawi mengutarakan suatu hadist dengan menyebutkan sumber keluarnya (pemberita) hadist tersebut.
2. Mengeluarkan hadist-hadist dari kitab-kitab, kemudian sanad-sanadnya disebutkan.
3. Menukil hadist dari kitab-kitab sumber (diwan hadist) dengan menyebut mudawinnya sertadi jelaskan martabat hadistnya.
Takhrij ialah penunjukan terhadap tempat hadist dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanadnya dan martabatnya sesuai dengan keperluan”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa takhrij meliputi kegiatan
a.    Periwayatan (penerimaan, perawatan, pentadwinan, dan penyampaian) hadist.
b.    Penukilan hadist dari kitab-kitab asal untuk dihimpun dalam suatu kitab tertentu.
c.    Mengutip hadist-hadist dari kitab-kitab fan (tafsir, tauhid, fiqh, tasawuf, dan akhlak) denganmenerangkan sanad-sanadnya.
d.   Membahas hadist-hadist sampai diketahui martabat kualitas (maqbul-mardudnya)
Adapun orang yang mengeluarkan hadis tersebut adalah Imam Bukhari. Bukhari meriwayatkan hadis tersebut di atas yang sepertinya enam kali dalam kitab shahihnya, yaitu pada hadis no.1, 54, 2529, 3898, 6689, dan 6953. Muslim dalam kitab shahihnya pada hadis no.1907. Tirmidzi dalam sunannya pada hadis no.1647. Abu Daud dalam sunannya pada hadis no.2202. Nasai dalam sunannya pada hadis no.75, 3437, dan 3794. Ibnu Majah dalam sunannya pada hadis no. 4227. Ahmad dalam musnadnya pada hadis no. 169. Hanya ada sedikit susunan redaksinya agak berbeda dengan di atas. Riwayat Bukhari yang sampai 6 kali, ada yang tidak menggunakan kata “ innama” tapi langsung pada kata pertamanya adalah “A’malu Binniyat”. Dan susunan redaksi yang paling banyak menggunakan kata niat dalam bentuk Mufrad (tunggal). Tidak seperti hadis tersebut di atas yang menggunakan kata niat dalam bentuk jamak (plural) “Binniyat” adanya susunan redaksi hadis yang beragam seperti ini disebabkan, boleh jadi karena hadis tersebut proses periwayatannya menggunakan metode maknawi.
Menurut al-Iraqi (806 H/1404 M), hadis tersebut di atas diriwayatkan oleh 33 sahabat Nabi Saw, bahkan bisa lebih dari itu, sehingga banyak ulama memposisikan hadis tersebut sebagai hadis mutawatir. Dan dalam sejarahnya memang disebutkan bahwa Nabi Saw. Menyampaikan hadis tersebut di atas mimbar di depan orang banyak. Oleh karena itu, al-katani(1927) memasukkannya dalam daftar hadis mutawatir pada urutan pertama dalam buku koleksi hadis-hadis mutawatir yang berjudul Nazhm al-mutanaatsir Min al-hadits al-mutawatir. Ada juga menilainya sebagai mutawatir maknawi, maksudnya hadis-hadis yang memuat masalah niat dan ikhlas seperti ini sangat banyak walaupun susunan redaksinya berbeda, namun maksudnya sama.
Namun demikian, ada juga ulama tetap menilainya bukan hadis mutawatir , tapi hadis ahad. Termasuk imam Ibnu ash-Shalah(643 H/1245 M),An –Nawawi(676 H/1277 M), dan ulama di era kotemporer ini adalah DR. Nuruddin ‘Itr. Alasannya. Pada pertengahan sanadnya mencapai jumlah mutawatir. Sementara di awal sanadnya hanya sampai pada tingkatan ahad. Kriteria hadis mutawatir adalah jumlah periwayat pada setiap thabaqah dari awal sanad harus sama atau seimbang sampai pada akhir sanad. Oleh karena itu, hadis tersebut adalah hadis ahad, yang kualitasnya shahih.


D.      Asbab Al-Wurud
Dalam tradisi ilmu hadis, untuk menentukan kualitas sebuah hadis diperlukan serangkaian penelitian, baik menggunakan metode atau kaidah yang digunakan untuk menentukan kualitas sanad maupun metode untuk menentukan kualitas matan. Hal ini dilakukan karena kualitas keduanya tidak selalu sejalan, ada kalanya sanad-nya shahih akan tetapi matannya mardud. Dari langkah-langkah tersebut minimal akan diketahui proses penentuan kualitas hadis secara keseluruhan baik dilihat dari sanad dan matan meskipun hal itu tergolong ijtihad (relative). Tidak berhenti disitu, jika dilihat secara seksama akan terlihat bahwa ungkapan, perilaku dan ketetapan Nabi saw, selain bersifat lokal dan temporal juga bersifat universal. Pemahaman terhadap berbagai peristiwa disekeliling beliau tersebut jika dihubungkan dengan latar belakang terjadinya maka ada yang harus diterapkan secara tekstual dan ada yang harus ditetapkan secara kontekstual pada masa sekarang.
Dalam pada itu, adalah sebuah keniscayaan bahwa memahami sebuah hadis tidak cukup hanya melihat teks hadis namun juga perlu memperhatikan konteksnya karena tidak jarang ada hadis yang secara tekstual nampak bertentangan (mukhtalif) atau sulit dipahami (gharib). Nah ketika hadis itu memiliki asbab wurud, setidaknya dapat diraba kepada siapa hadis itu disampaikan dan dalam kondisi sosio-kultural yang bagaimana Nabi menyampaikannya. Hal itu perlu dikaji untuk menangkap pesan moral di dalamnya. Tanpa memperhatikan konteks historisitas tersebut, terkadang akan ditemui kesulitan dalam menangkap dan memahami makna suatu hadis, bahkan dapat membawa ke dalam pemahaman yang barangkali kurang sesuai. Persoalannya tidak semua hadis memiliki asbab wurud secara integral atau built in dalam sebuah riwayat. Tulisan ini sekilas berupaya melakukan eksplorasi berkenaan dengan upaya alternatif memahami hadis yang tidak memiliki asbab wurud dalam konteks yang seolah-olah hampa kultural tersebut berikut aplikasi sederhana.

1.      Asbab al-Wurud, Konteks Mikro dan Makro
Secara etimologis, asbab wurud merupakan susunan idafah dari kata asbab dan wurud. Kata asbab adalah bentuk jamak dari kata sabab, yang berarti tali atau penghubung, yaitu segala sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu yang lain, atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan kata wurud merupakan bentuk isim masdar dari kata warada-yaridu-wurudan yang berarti datang atau sampai kepada sesuatu.
Adapun latar belakang yang menyebabkan lahirnya hadis tersebut di atas adalah sebagaimana diriwayatkan az-Zubair ibn Bakkar bahwa hadis tersebut disabdakan Nabi Saw. Ketika bersama umat islam dan para sahabat yang berhijrah baru saja tiba di Madinah mereka langsung diserang perasaan lelah dan letih yang luar biasa. Dan tiba-tiba datang pula seseorang  dalam rombongan itu yang ikut hijrah hanya dengan harapan ingin mendapatkan dan melamar seorang perempuan yang juga ikut berhijrah. Nabi Saw. Mengetahui hal ini, lalu beliau naik di atas mimbar dan bersabda : “wahai sekalian manusia, sesungguhnya amal itu didasarkan atas niatnya (sabda ini diulangi sampai tiga kali). Barangsiapa hijrahnya karena untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu untuk Allah dan RasulNya juga (maksudnya akan memperoleh ridha-Nya). Barangsiapa yang hijrahnya untuk mencari keduniaan atau untuk menikahi seorang perempuan, maka ia akan memperolehnya. Sesungguhnya seseorang itu mendapatkan dari hijrahnya untuk mencari keduniaan atau untuk menikahi seorang perempuan, maka ia akan memperolehnya. Sesungguhnya seseorang itu mendapatkan dari hijrahnya itu berdasar pada niat hijrahnya. Lalu beliau mengangkat tangannya sambil berdoa “Ya allah, hindarkanlah bencana ini dari sisi kami” doa ini beliau ulang-ulangi sampai tiga kali. Ketika tiba waktu pagi, beliau bersabda: “ Tadi malam aku bermimpi dipertemukan dengan seorang yang sakit, maka tiba-tibadibawa masuk seorang nenek-nenek tua hitam yang mengelayut diantara kedua tangan orang yang mengantarkannya masuk. Lalu orang itu bertanya: “nenek ini sakit, bagaimana pendapat tuan? Maka aku pun menjawab: ”tempatkan dia di khim”.
     Ath-Thabrani(360 H) meriwayatkan dalam al-mu’jam al-kabir dengan sanad yang dapat dipercaya bersumber dari Ibnu Mas’ud, beliau menerangkan bahwa di antara para sahabat ada seorang laki-laki yang ikut berhijrah ke Madinah dengan harapan untuk meminang seorang ummu Qais. Perempuan tersebut tidak mau menerima pinangannya, kecuali jika laki-laki yang meminangnya itu mau ikut juga berhijrah ke Madinah dan akhirnya mereka kawin. Berkenaan dengan peristiwa inilah, Nabi Saw. Menyabdakan hadis tersebut di atas.

E.       Fiqhul Hadis
Kata fiqh (فقه), yang secara bahasa berarti “mengetahui sesuatu dan memahaminya”.
Secara istilah Fiqh al-Hadits adalah dasar-dasar atau aturan-aturan yang digunakan untuk memahami teks-teks dan implikasi riwayat-riwayat dan juga penafsiran dan penjelasan yang diajukan atas hadits-hadits berdasarkan pada dasar dan aturan ini.
Pada mulanya ulama, terutama dalam disiplin ilmu fikih, hadis tersebut dijadikan dasar hukum penetapan wajibnya niat dalam melakukan suatu ibadah. Menurut mereka tidak sah ibadah tanpa disertai dengan niat. Jalaludin as_suyuthi (911 H/1505 M) dalam bukunya Asbab Wurud al-Hadits yang memuat hadis-hadis ibadah dan hukum menempatkan hadis tersebut di atas pada hadis pertama dalam bab Thaharah. Ini sustu indikasi bahwa beliau dan yang sependapat dengannya berpendapat bahwa thaharah tidak sah tanpa niat. Dan pandangan seperti ini mayoritas dipegang oleh para ulama dengan berdasarkan pada teks hadis tersebut di atas.
Namun demikian, setelah memperhatikan konteks dan latar belakang historis munculnya hadis tersebut di atas dapat dipahami bahwa muatan dan pesan utama dari hadis tersebut adalah persoalan ikhlas        dalam melakukan hijrah, karena ucapan ketika Nabi Saw hijrah dari Mekah dan baru saja tiba di Madinah menyikapi adanya seseorang yang ikut hijrah bukan karena didorong oleh perjuangan menegakkan agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw, tetapi dimotivasi oleh keinginan-keinginan lain. Dalam hadis tersebut digambarkan oleh beliau adanya tiga macam motivasi dan orientasi yang mendorong seseorang untuk ikut hijrah ke Madinah :
1.    Karena didorong oleh motivasi ekonomi dengan harapan setibanya di Madinah mereka akan berbisnis, masyarakat arab memang diakui naluri dan bakat bisnisnya sampai-sampai pergi melakukan ibadah bisnisnya sampai-sampai pergi melaksanakan ibadah haji pun mereka juga tetap berbisnis hingga turun ayat mengenai masalah bisnis ketika tengah dalam melaksanakan ibadah haji.
2.    Karena didorong oleh motivasi cinta kepada seorang perempuan. Perempuan yang ikut hijrah itu namanya Ummu Qais, dia dilamar oleh seseorang, tapi ditolak, kecuali mau ikut hijrah ke Madinah. Akhirnya laki-laki itu ikut hijrah bergabung dengan rombongan Rasulullah Saw. dan  para sahabat dengah harapan di Madinah bisa melamar dan manikah Ummu Qais. Dan ini terbukti setelah di Madinah ia pun nikah dengan perempuan tersebut yang belakangan disebut Ummu Muhajir.
3.    Karena motivasi murni semata-mata ingin berjuang bersama Allah dan Rasul_Nya dalam menegakkan kebenaran Islam untuk memperoleh kerinduan Allah.
Dengan demikian, dengan kontekstual dapat dipahami peran utama dari hadis tersebut masalah ikhlas sebagai sumber motivasi dan orientasi dalam melakukan aktivitas keagamaan terutama dalam memperjuangkan menegakkan ajarab agama Allah al-Islam. Sebagaimana yang dopraktekkan oleh Nabi Saw beserta para sahabatnya ketika hijrah dari Mekah ke Madinah. Oleh karena itu, imam Bukhari dalam kitab Shahihnya, hadis yang nomor satu ditulis adalah hadis tersebut di atas. Hal ini bisa menjadi, bahwa dalam memulai sesuatu harus dengan ikhlas dan dengan tujuan yang baik dan benar. Perjuangan yang dilakukan hanya sebatas motivasi dan orientasi kepentingan pribadi, ekonomi, politik, kekuasaan dan lain-lain itu hanya bersifat sementara tidak bertahan lama dan tidak kuat, karena landasannya sangat rapuh. Kedua, bisa juga dipahami, upaya memperjuangkan kebenaran ajaran agama Allah itu selalu saja ada dan  pasti ada tipe-tipe manusia yang berkarakter seperti disebutkan dalam hadis di atas. Keikhlasan merupakan basis kekuatan utama dalam memperjuangkan segala cita-cita mulia termasuk dalam hijrah yang dipraktekkan oleh Rasulullah Saw. hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. berserta para sahabat bukanlah lari dan takut serta menghindari orang-orang kafir Quraisy, akan tetapi lebih merupakan salah satu bagian dari strategi politik dalam perjuangan. Hijrahnya Rasulullah Saw. itu merupakan tonggak awal kebangkitan islam. Oleh karena itulah, penetapan awal tahun baru dalam kalender Islam diambil dari berdasarkan awal hijrahnya Rasulullah Saw. ke Madinah ini, dan bukan berdasarkan hari kelahiran, hari pelantikkannya menjadi Nabi dan Rasul atau waktu di isra’mi’rajkannya.
Keikhlasan berasal dari dorongan niat. Olah karena itu, pada awal pembuka hadis Nabi Saw. menekankan dalam berbagai aktivitas seseorang. Sesungguhnya niat mengandung tiga unsur pokok, yaitu sebagai berikut :
1.      Ikrar kesungguhan melakukan suatu dengan sepenuhnya (tekad bulat) didasari oleh keinginan mencapai ridha Allah.
2.      Bermakna permohonan bantuan Allah dalam rangka meraih  keberhasilan terhadap apa yang dilakukan.
3.      Tersirat rasa oenyerahan diri secara total kepada Allah.
Oleh karena itulah, antara niat dan ikhlas, keduanya tidak dapat dipisahkan.
Ada hadis Nabi Saw yang menerangkan tentang peran dan kedudukan ikhlas dalam beramal.
اِنَّ اللهَ لَايُقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ اِلَّا مَاكَانَ لَهُ خَالِصاً وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
Artinya :
"sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali yang mengerjakannya secara ikhlas, dan mencari hanya ridhanya" (HR. An-Nasai dari Abu Umamah al-bahili).
Hadis ini diucapkan Nabi Saw sebagai jawaban terhadap adanya seseorang yang bertanya kepada beliau tentang seseorang yang ikut berperang dengan tujuan ingin mendapatkan pahala, popularitas, sekaligus harta kekayaan (motivasi politik dan ekonomi. Zainuddin al-hambali ketika memberi komentas terhadap hadis tersebut di atas mengatakan bahwa mereka yang termotivasi dan orientasi pertama dan kedua di atas ini, tidak layak disebut muhajir.
Tapi, yang layak disebut sebagai muhajir ialah yang berhijrah benar-benar dengan ikhlas semata karna Allah dan Rasul_Nya untuk mendapatkan ridha_Nya. Namun, ada juga ulama menilai bahwa orang yang melakukan kegiatan keagamaan, misalnya hijrah atau yang lain dengan motivasi lillahita’ala sambil mencari keuntungan ekonomi, politik, sosial dan lain-lain maka bisa saja tetap mendapatkan pahala, hanya niali dan kualitasnya tidak samadengan yang benar-benar ikhlas murni tanpa campuran. Hal ini didasarkan pada ketika abu thalhah masuk islam karena ingin kawin dengan Ummu Sulaim (Ibunya Annas ibn Malik) dan didasari keikhlasan karena Allah juga. Hal ini juga ketika seseoran berpuasa karna Allah sembil ada niat untuk kesehatan dan lain-lain. Menurut al-Ghazali (505H/1111M), kalau motivasi duniawinya lebih dominan maka Ia tidak mendapatkan pahala sama sekali. Dan kalau niat Ibadah dan motivasi ikhlasnya masih lebih dominan dan niat lainnya hanya mengikuti, maka Ia tetap mendapatkan nilai pahala..
Sebetulnya, pada tingkatan yang lebih jauh dan tegas, bahwa ikhlas itu artinya murni tidak dicampuri apa-apa, sehingga dengan demikian ia sama dengan tauhid (dari kata wahhada – yuwahhidu-tauhidun, artinya benar-benar mengesakan Tuhan). Pada tataran inilah ikhlas diperlawankan dengan syirik. Begitu ia tidak ikhlas, maka dalam waktu yang bersamaan ia akan musyrik. Itulah sebabnya ketika seseorang beribadah tapi hanya karena riya’ bukan ikhlas Lillahi Ta’ala, maka ia telah berbuat syirik, minimal syirik asghar (kecil). Inilah yang dimaksud dalam firman Allah.

Ÿwur õ8ÎŽô³ç ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr&  
Artinya :
“Dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(Q.S. al-Kahfi ayat 110)
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC                             
Artinya :
“Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas (taa kepada-Nya secara murni).” (Q.S. al-Bayyinah ayat 5).

Al-Faqih meriwayatkan dengan sanadnya dari Amr Maula Mutallib dari Ashim dan Muhammad Labied, Nabi SAW bersabda yang artinya “Syirik kecil adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya bagi kalian, lalu para sahabat bertanya; apakah syirik kecil itu, ya Rasul? Jawab beliau; Riyak. Besok di hari kiamat, Allah menyuruh mereka mencari pahala amalnya, kepada siapa tujuan amal mereka itu, Firmannya: carilah manusia yang waktu hidup di dunia, kamu beramal tujuannya hanya untuk dipuji/disanjung oleh mereka, mintalah pahala kepada mereka.
Dalam hadis tersebut mengandung pengertian  bahwa amal baik apapun yang dilakukan tanpa ikhlas, tidak akan diterima dan tiada balasannya kecuali neraka dasarnya firman Allah Q.S. al-Isra’ ayat 18
`¨B tb%x. ߃̍ムs's#Å_$yèø9$# $uZù=¤ftã ¼çms9 $ygŠÏù $tB âä!$t±nS `yJÏ9 ߃̍œR ¢OèO $oYù=yèy_ ¼çms9 tL©èygy_ $yg8n=óÁtƒ $YBqãBõtB #Yqãmô¨B ÇÊÑÈ  


Artinya :
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), Maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam Keadaan tercela dan terusir.”


DAFTAR PUSTAKA

-          Wajadi Sayadi. 2008. Hadis Tarbawi (Pesan pesan Nabi tentang
Pendidikan). Jakarta : PUSTAKA FIRDAUS
-          Sohari. 2006. Hadis Tematik. Jakarta : diADIT MEDIA
-          Muhammad Fa’ud Abdul Baqi. 2005. Mutiara Hadis Shahih Bukhari
Muslim. Surabaya : Bina Ilmu
-          Al-Faqih Abu Laits Samarqandi.1986.Tanhibul Ghafilin (Pembangun Jiwa
dan Moral Umat).Surabaya : Mutiara Ilmu
-          http://www.ask.com/web?q=&o=102842&l=dis&qsrc=2871

Tidak ada komentar:

Posting Komentar